MIRIS…Itulah yang terjadi ketika penulis mendampingi keluarga tidak mampu mendapat permasalahan di Rumah Sakit milik. Dan dari permasalahan itu, dapat disimpulkan bahwa Jaminan Kesehatan Terhadap Masyarakat Sumatera Utara, masih terancam dan belum benar-benar mendapatkan pelayanan sebagai mestinya.
Kronologisnya, penulis dan rekan yakni Ketua DPD LKPN Sumur Leonardo Tampubolon, menerima laporan dari masyarakat akan tindakan yang dilakukan Management pihak RS.Adam Malik Medan, terhadap keluarga yang tidak mampu untuk melakukan pelunasan atas biaya perawatan seorang ibu yang sedang mengandung dimana hasil dari usaha medis tersebut tidak dapat menolong nyawa Ibu dan bayinya.
Mendapat laporan itu, penulis dan rekan turun dan bertemu dengan Humas RS.Adam Malik Ibu Rosario di kantornya. Klarifikasi dan penjelasan yang panjang akan kejadian, membuat suasana sempat memanas.
Diketahui, pasien yang bernama Kristina Sianturi selaku istri dari Maston Sihotang sudah jelas membawa surat keterangan tidak mampu dari pemerintah daerah asalnya yakni Kabupaten Deli Serdang. Tetapi, keluarga pasien masih diwajibkan melunasi tagihan sebesar Rp75 juta, supaya jasad dari si Ibu dan bayi dapat diambil oleh suami atau keluarganya.
Menanggapi hal ini, penulis dan rekan berusaha terus menggali kondisi sebenarnya atas peristiwa tersebut. Siapa tahu ada tindakan yang tidak wajar, sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia beserta dengan anak yang di dalam kandungan.
Ternyata pasien ibu Kristina tersebut adalah rujukan dari rumah sakit lain, untuk ditindak lanjuti dengan penanganan khusus karena dikhawatirkan tidak dapat dilaksanakan di rumah sakit tersebut sebelumnya, sehingga dikirim ke RS Adam Malik Medan.
Perawatan 4 hari 4 malam di ICU dan 2 kali tindakan operasi telah diupayakan tetapi hasilnya tidak berhasil dan pasien akhirnya meninggal dunia, Ibu dan Bayinya.
Keterangan dari Kabag Humas RS Adam Malik juga membuka tabir akan situasi dan kondisi RS dalam menangani pasien yang tidak mampu karena RS Adam Malik adalah Badan Layanan Umum yang secara personal sudah dalam status independent dalam pengolahan keuangan.
Sehingga, semua pasien umum yang memiliki surat keterangan tidak mampu, tidak dapat langsung diterima begitu saja oleh pihak rumah sakit, sehingga pasien diwajibkan membayar dengan skema jaminan KTP/ KK asli, disertai dengan tanda tangan pernyataan surat membayar yang masih bisa di komunikasikan secara kekeluargaan atau tidak mutlak.
Mengapa pemerintah daerah tidak memberikan tanggung jawab terhadap warga a yang tidak mampu, mengapa RS Adam Malik yang diwajibkan menerimanya menjadi pembayar tagihan? Itulah sedikit pernyataan yang disampaikan Humas RS tersebut.
Dari peristiwa ini. Ada sesuatu hal yang harus diperbaiki secara tuntas lugas dan bijaksana. Karena sudah jelas warga yang tidak mampu malah tertekan secara situasi dalam kebijakan seperti itu. Dan hal ini sangat jauh dari apa yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pelayanan jaminan kesehatan di Negara Indonesia ini.
Jenazah almarhum Kristina dan bayinya, memang telah dibawa keluarga. Tetapi masih meninggalkan hutang yang harus dibayar di RS. Namun kondisi itu sebenarnya dapat terbantu, apabila keluarga pasien dapat mengurus Jampersal di daerahnya, sehingga seluruh pembiayaan ditanggung oleh pemerintah.
Ini harus menjadi masukan dan dapat disosialisasikan bila dalam situasi tertentu.
Sebab, setiap warga Negara Republik Indonesia berhak untuk mendapatkan hidup yang layak dan sejahtera, tanpa terkecuali.
Dibutuhkan rasa kepedulian terhadap sesama, agar jangan pernah dikesampingkan dalam bentuk hal apapun juga. Sebab masyarakat kurang mampu pun adalah manusia mahluk ciptaan Tuhan yang harus diperhatikan.
Secara dalam hal ini ibu Kristina Sianturi tersebut juga adalah bagian dari warga Indonesia yang harus diperjuangkan dalam hidup kesetaraan menuju Indonesia maju.
Ibu Kristina tergolong berasal dari keluarga yang tidak mampu/miskin bukan berarti malah dikesampingkan nasibnya yang begitu malang hingga sampai kepada tragis kehidupannya berujung kematian di usianya yang masih tergolong amat muda yakni berumur 35 tahun.
Sejatinya pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bersinergi untuk membuat kebijakan yang berkesinambungan khususnya dalam memperjuangkan hak rakyat sebagai tanda jaminan kesehatan terhadap pelayanan rumah sakit, khususnya dalam hal ini dibawah naungan institusi pemerintah itu sendiri.
Itu penting, supaya rakyat tidak lagi merasa tersakiti, kecewa akan pelayanan jaminan kesehatan, seperti apa yang pernah disampaikan Presiden Jokowi dalam visi misinya yang mengatakan, bahwa perubahan paradigma untuk memecahkan masalah dalam inovasi model cara nilai yang baru sebagai prioritas program kerja pemerintah.
Khususnya dalam hal Sumber Daya Manusia untuk Aksentuasi pada kesehatan dan keselamatan ibu hamil, beserta dengan bayinya agar fokus tepat sasaran untuk memberi manfaat pada rakyat menuju kesejahteraan yang diteguhkan dan dikokohkan berdasarkan Ideologi Pancasila.
Kiranya, pihak rumah sakit dan siapapun jangan pernah mempersulit keadaan pasien yang dirawat di rumah sakit pemerintah. Apalagi melakukan subtropis/penekanan/pembodohan terhadap pasien khususnya bagi warga yang tidak mampu yang dalam hal ini minim pengetahuan serta ketidak percayaan diri dalam jaminan pelayanan kesehatan.
Usai sudah segala persoalan yang ada pada diri almarhum Kristina beserta dengan bayinya, agar jangan kalian persulit terlebih kepada biaya yang kalian bebankan tersebut. Sebab keluarga almarhum juga berasal dari keluarga yang tidak mampu dalam hal ini miskin serta tidak memiliki uang sebesar itu.
Sikap manusiawi lah yang harus diterapkan selaku pihak rumah sakit kepada pasien, untuk menuntaskan segala administrasi terlebih kepada uang jaminan sebesar Rp6 juta, beserta database KTP dan KK asli suami pasien tersebut harus lah kalian pulangkan segera.
Supaya masalah dapat terselesaikan dan tidak berkepanjangan, tindakan yang beradab sebagai penentu dalam menentukan kebijakan sebagai rumah sakit yang berkualitas. Salam Indonesia Maju…! (*)
Penulis, Mario Oktavianus Sinaga Ketua Umum GM MARSIA