BAHAN Baku Utama” dari pendidikan Budi Pekerti (Moral-Etika-Etos) dimaksud itu khan berlimpah, terdapat secara inherent/melekat di kejiwaan di dalam Kebudayaan 714 Suku Nusantara.
Budaya yang sejak Rejim Otoriter ORBA sengaja dimarjinalkan, boleh hidup hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan prosesi tradisi semata.
Tidak boleh sebagai Way Of Life dari komunitas suku masing-masing, apalagi sampai pada Life Style. Semua harus seragam sesuai kemauan dari Rejim Otoriter ORBA.
Sampai-samapai saat itu warna cat pagar ataupun warna atap rumah penduduk harus sama semua, KUNING!! (KUNINGISASI) juga semua penduduk harus makan beras/nasi (BERASNISASI) dan masih banyak lagi contoh2 lainnya.. ‘PROJEK SERAGAM-NISASI’
Budaya Musuh Besar Radikalisme
MUSUH Besar dari radikalisme bentuk apapun dalam arti negatif (misalnya Rejim Otoriter ORBA dulu, ataupun Radikalisme Agama Transnasional saat ini) itu adalah Keragaman Budaya.
Misalnya budaya sebatas pada acara adat kelahiran, perkawinan dan kematian.. melakukan lebih dari ini, akan dicap sebagai PKI.
Paska Reformasi 98, era Demokratisasi pun kebudayan tidak dipedulikan oleh kita. Sehingga menurut Buya Syafii Marif bahwa Sistem dan Kultur Demokrasi yang bertumbuh kembang sampai saat ini adalah Demokrasi Tuna-Adab yang mengarah kebiadab.
Karena apa? Karena salah kita sendiri kok, bermental Tuna-Budaya. Inferior Syndrome (tak percaya diri, minder, bermental budak), malu pada indetitas dan budayanya sendiri.
Sebaliknya bangga bila mengenakan asesoris2 budaya asing, keBarat-Baratan maupun keArab-Araban!! Kini tambah pula dengan KeKorea-Korean.
K-POP dan produk industri kapitalis budaya hantu belau lainnya itu, entah nanti apa lagilah yang merangsek merusak jiwa dan indentitas diri kita sebagai sebuah Bangsa yang amat beragam ini.
Akibatnya, Bhinneka Tunggal Ika terlihat usang dan jorok teronggok di halaman belakang kita.. Bangsa didera oleh Inferior Syndrome, bangsa yang bermental budak memang layak dan mudah untuk dijajah. Salam Pancasila. Salam Budaya 714 Suku Nusantara. (*)
Penulis Sabar Mangadoe, Sekretaris Jendral Gerakan Daulat Desa (GDD)