SETELAH hampir enam bulan turun dan bergerak mengkampanyekan Jokowi untuk dicalonkan jadi bakal calon presiden RI ke-7 sebagai orang di balik layar.
Di balik layar, meletakkan sendi-sendi pergerakan tanpa bohir dan tanpa bertemu Megawati Soekarno Putri, Jokowi dan PDIP. Namun terus bergerak mengkonsolidasikan relawan siang dan malam tanpa lelah. Akhirnya turun ke lapangan di hari CFD baik Senayan, Bundaran HI dan di Monas secara serempak.
Pertama kali turun sebagai aktor lapangan, mengajak masyarakat untuk mendukung Jokowi agar dapat dicalonkan oleh Megawati untuk bakal calon presiden RI ke-7 dengan cara menandatangani banner.
Perasaan semangat menggebu gebu, setiap orang yang lewat saya ajak untuk memberikan dukungan.
Setelah dua bulan berikutnya, hasil tanda tangan banner tersebut telah mencapai panjang yang mengagumkan, sehingga kami membawanya dan merentangkannya bagaikan rantai manusia dari BALAI KOTA sampai ke DEPAN ISTANA. Dan BERHASIL.
Kurang satu bulan semenjak bentangan banner tersebut, akhirnya Megawati mendeklarasikan untuk tidak mencalonkan diri sebagai bakal calon presiden RI ke-7 dan menyatakan dengan tegas Jokowi dicalonkan olehnya melalui PDIP.
Kami merasakan senang dan bersorak sorai dan BARA-JP sudah disiapkan untuk membubarkan diri sesuai dengan komitmen awal pendirian.
LANJUT BERGERAK TETAP TANPA BOHIR
TAPI kesokan harinya kami dikejutkan dengan gelombang fitnah yang begitu dahsyat. Kami tidak menyangka begitu masif dan terus menerus terjadi, dan kami memantau terus sebelum menyatakan bubar.
Akhirnya rapat para penggerak BARA-JP memutuskan untuk tidak membubarkan diri tetapi terus melakukan perjuangan dengan MISI: MEMENANGKAN JOKOWI TANPA BOHIR.
Perjuangan diteruskan dan dimassifkan, sehingga Sabar Mangadu Tambunan melebarkan sayap relasi dari GMKI, GMNI, HMI, PMII (kelompok Cipayung, red), alumni ITB, UI, UGM dll untuk mendukung perjuangan, tapi tetap konsisten tanpa mau bertemu dengan Jokowi, Megawati ataupun pengurus PDIP.
PERTAMA KALI JOKOWI DATANG KE MARKAS BARA JP
Setelah pileg selesai 9 April 2014, keesokan harinya kami mendapat kontak dari balai kota, Jokowi akan berkunjung ke markas kami di sore hari untuk pertama kali.
Siang hari saya mengumpulkan semua penggerak BARAJP (Sabar Mangadoe Tambunan, Sihol Manullang, Utje Litaay, Suroto, dll) untuk persiapan menyambut kedatangan Jokowi yang pertama kali setelah 10 bulan penuh BARA-JP bergerakan.
Pada saat meeting saya tekankan, Jokowi datang pasti dengan satu atau dua pertanyaan besar. SIAPA KALIAN DAN DARI MANA DANA PERGERAKAN?
Saya memprediksi hal tersebut karena kita tidak menggunakan pendana besar, politikus dan tidak pernah bertemu dengan Jokowi, Megawati atau berhubungan dengan partai manapun.
Jadi jokowi datang bukan hanya ingin melihat markas BaraJP maupun bertemu dengan kami, tetapi Jokowi pasti bingung kok ada kelompok massa yang bergerak massif tanpa minta dukungan dana dan non-dana dari pihak manapun.
Akhirnya Jokowi datang (masyarakat di sekitar markas tanpa dikomando kan datang berbondong bondong untuk melihat dan menyalami Jokowi) dan pertemuan dilakukan di ruang yang kecil tapi mampu menampung 10-15 orang.
Setelah selesai memperkenalkan diri masing masing, Jokowi mengajukan satu pertanyaan yang jawabannya sudah kita persiapkan.
DARI MANA DANA KALIAN ?
Pertanyaan yang singkat tapi penuh makna. Dan kami menjawab dengan satu kata SAWERAN.
Memang gerakan relawan pertama kali di Indonesia (setelah merdeka) tanpa Bohir dan bergerak massif, tanpa ada kaum politikus dan dukungan partai atau ormas, baru pertama kali.
Semua kegiatan dilakukan dengan saweran terlebih dahulu, tetapi akan digenapi oleh (maaf) saya untuk mencukupi kekurangan biaya gerakan saat itu.
Setelah Jokowi menang, kami sekelompok kecil yang idealis, membubarkan diri dan kembali ke habitat masing masing. Tetapi beberapa teman teman mendirikan Bara-JP sebagai ormas tetapi dengan logo sama, nama berubah.
Dulu BaraJP (Barisan Relawan Jokowi Presiden) dirubah dengan BaraJP (Barisan Relawan Jalan Perubahan).
Karena Jokowi sudah menang dan akan menjadi presiden RI ke 7 maka sudah tidak relevan lagi kalau nama gerakan tersebut dilanjutkan, maka saya mengusulkan nama seperti di atas.
Perubahan nama tersebut saya usulkan sebelum hari pencoblosan pilpres.
Itulah sekelumit kecil cerita di balik layar perjuangan gerakan relawan tanpa dukungan Bohir, politikus, partai dan ormas. Murni gerakan rakyat (people movement) untuk perubahan Indonesia Menatap 2045.
FOKUS PADA PERGERAKAN RAKYAT
Selanjutnya saat ini Sabar Mangadoe, Buntulan Soaduon, Saiful Mashum, Bachtiar Ujung, Victor E Simanjuntak bersama dengan Buya Syafii Marif, Gus Solah (KH. Salahudin Wahid), Abdon Nababan (Peraih Magsaysay Award 2017) serta teman-teman lainnya fokus pada pergerakan rakyat yang dinamakan GERAKAN DAULAT DESA (GDD, berbadan hukum Perkumpulan) dan GERAKAN KEBAJIKAN PANCASILA (GKP, berbadan hukum Yayasan). (*)
Penulis:Buntulan Soaduon, Mentor Nasional Gerakan Daulat Desa (GDD) dan Gerakan Kebajikan Pancasila (GKP)