PERJALANAN sejarah peradaban bangsa manapun di dunia ini selalu alami naik turun. Peradaban Bangsa Turki dengan Kerajaan Ottoman yang gemilang selama 700 tahunan, akhirnya runtuh setelah kalah dalam Perang Dunia Ke-1. Kini hanya tersisa Negara Republik Turki.
Begitu juga dengan Bangsa Mongol yag luar biasa itu hanya berumur 100 tahunan. Saat ini tersisa negara Mongolia yang kecil.
Peradaban Bangsa Yunani tersisa Negara Yunani kecil dan lemah dan masih banyak contoh bangsa-bangsa lainnya di dunia ini.
Peradaban sebuah Bangsa memang harus selalu diperbaharui terus menerus menuju kemajuan yang berkelanjutan. #PeradabanKebudayaanMAJU
Namun di Indonesia sejak era demokratisasi (paska Reformasi 98), kebudayaan peradaban semua suku-suku nusantara umumnya malah semakin melemah.
Sebab utamanya karena digerus dan dilibas dengan kepentingan dinamika politik sesaat dalam Sistem dan Budaya #DemokrasiTunaAdab.
Jadi ke depan, tanpa strategi kebudayaan yang tepat, peradaban bangsa Indonesia Negara Indonesia akan semakin memburuk, mengalami proses pembusukan internal atau #InternalDecayProcess, dalam proses kebangsaannya.
Padahal kita tahu bersama, bahwa Budaya 714 Suku Nusantara kita ini adalah pondasi dan akar subtansif dari kebangsaaan kita.
Proses menjadi Bangsa Indonesia100 persen, kita tahu bahwa Ideologi Pancasila digali dari Bumi Nusantara, yaitu kebudayaan 714 Suku Nusantara beserta kearifan lokalnya masing-masing.
Sungguh, hal ini adalah kondisi yang berbahaya bagi keberlanjutan bangsa dan negara Indonesia. Salam Bhinneka Tunggal Ika. Salam Budaya 714 Suku Nusantara di 75.000an Desa Kita.
Akhir kata, sebagai bagian Solusi yang mendasar, maka dalam Eksekusi dari Strategi Kebudayaan dimaksud maka para Pelaku Utamanya haruslah ratusan bahkan ribuan kemunitas Masyarakat Adat seperti yang dilakukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan lainnya.
Jadi para pelaku utamanya bukanlah Negara, Pemerintah ataupun Partai. Namun Negara, Pemerintah ataupun partai hanya berperan bersifat sebatas mendukung dan membantu, alias fasilitator, mediator dan komunikator semata. (*)
Penulis: Sabar Mangadoe, Sekjen Gerakan Daulat Desa @GDD