SEMENJAK dilantik pada tanggal 22 Pebruari 2017, Hefriansyah SE MM dinilai tidak memiliki terobosan untuk memajukan kota Pematangsiantar.
Hingga saat ini, Hefriansyah memasuki tahun ketiga menjabat sebagai Walikota Pematangsiantar. Dan selama selama tiga tahun kepemimpinannya, Hefriansyah memiliki komunikasi yang buruk kepada sesama lembaga pemerintahan di kota Pematangsiantar, hingga mempertontonkan kepada publik kegaduhan DPRD kota Pematangsiantar dengan pemerintah kota Pematangsiantar.
Kota Pematangsiantar yang dianugerahi sebagai Kota Paling Toleran di Indonesia, selama kepemimpinan Hefriansyah justru malah terjadi kasus dugaan penistaan terhadap suku atau budaya Simalungun. Peristiwa ini merupakan pertama sekali terjadi di Kota Pematangsiantar.
Tiga tahun kepemimpinan Hefriansyah tidak berhasil menyelesaikan proses pembangunan Tugu Raja Sangnawaluh, bahkan hingga saat ini mangkrak dan sudah menjadi semak belukar.
Selama kepemimpinan Hefriansyah terjadi gonta-ganti jabatan pada tubuh ASN atau OPD kota Pematangsiantar, yang mengakibatkan keributan di tubuh Pemerintah kota Pematangsiantar sendiri.
Pada saat kepemimpinan Hefriansyah terjadi OTT di BPKAD kota Pematangsiantar, dan diduga ada dana aliran hingga ke Walikota.
Pada masa kepemimpinan Hefriansyah, saat ini gaji anggota DPRD Kota Pematangsiantar turun, hal tersebut menyatakan pendapatan asli daerah rendah.
Tidak ada perbaikan pada tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PD-PHJ dan PD-PAUS yang hingga saat ini belum mampu berkontribusi pada keuangan daerah kota Pematangsiantar.
Dengan memperhatikan beberapa poin di atas, memperlihatkan bahwa kota Pematangsiantar selama tiga tahun ini tidak tahu arah pembangunannya kemana, dan diyakini pemerintah kota Pematangsiantar tidak menjalankan RPJMD yang telah ditetapkan.
Jika Pemko Pematangsiantar membaca dan memahami RPJMD yang mereka buat, hasilnya pasti akan terlihat kepermukaan selama tiga tahun ini.
“Motto: Siantar Mantap, Maju dan Jaya” sama sekali tidak terimplementasikan selama tiga tahun ini, Mantap di bagian apanya kita saat ini? Maju dibagian apa? Dan Jaya di bagian apa?
Bahkan yang terjadi saat ini Siantar cemen, mundur dan bangkrut, karena selama tiga tahun ini yang terjadi hanya kegaduhan ke kegaduhan bukan prestasi-prestasi.
Sampai kapan kita seperti ini? Jika Siantar tidak segera berbenah kita yakini Siantar akan menjadi “Ghost City”, karena saat ini jalan menuju “Ghost City” sudah terpenuhi.
Apakah kita akan biarkan Siantar menuju “Ghost City”? Tentu kita harus menjawab tidak, jangan sampai kota yang penuh potensi yang didalamnya terdapat ribuan orang-orang cerdas hancur hanya gegara nahkodanya yang tidak serius membangun Kota Siantar.
Di penghujung masa jabatannya, Hefriansyah SE MM yang juga kandidat doktor itu harus segera berubah. Hefriansyah harus berupaya dengan maksimal mengurangi segala bentuk kekurangan yang telah terjadi selama tiga tahun ini.
Beberapa poin yang ada di atas hanya sebahagian persoalan yang telah familiar di publik, mungkin masih banyak yang lainnya. Oleh karena itu tidak salah jika selama tiga tahun kepemimpinan Hefriansyah Siantar menuju “Ghost City”.
Seluruh masyarakat Siantar yang masih cinta kepada Kota Siantar, ayok sama-sama membenahi kota ini, memberikan kritik dan saran kepada pemerintah kota Pematangsiantar dan melakukan ide-ide kreatif yang dapat menjunjung kemajuan kota Siantar.
Pemerintah yang pro-aktif dan masyarakat yang cerdas niscaya akan menghasilkan sebuah kota yang maju dan sejahtera.
Akhir kata, saya mengajak Pemko Pematangsiantar dan seluruh masyarakat agar kita bersama-sama menghidupi Delapan Nasehat Raja Sangnawaluh Damanik, yaitu Pengasih, Pelayan, Jujur, Berani, Bertangungjawab, Teguh Pendirian, Saling Meghormati, Membangun. (*)
Penulis: Fawer Full Fander Sihite, Ketua Institute Law And Justice