MESKIPUN sudah 75 tahun bernegara, Manusia Indonesia bukanlah atau belum jua menjadi masyarakat pembelajar (Learning Society).
Hanya masyarakat kecanduan kolektor berbagai gelar akademis dan sosial-budaya bahkan agama. Apalagi bagi kaum kelas menengahnya.
Manusia Indonesia samakin terbiasa “berpikir tanpa kepala”. Cukup andalkan sebatas dengan mata dan telinga aja. Tak akan betah untuk berpikir secara mendalam serta bersikap kritis yang otentik. Apalagi kini diperparah lagi dengan hadirnya sebuah maenan baru, yaitu hanya dengan ujung jari serta koneksi internet sebagai modalnya, yaitu medsos!!
Medsos sesungguhnya adalah sebuah Mesin Bisnis Raksasa dimaksudkan untuk sekedar Cari2 Perhatian. Problemnya, Medsos yang tujuan utamanya tadinya untuk membangun tali silaturahmi, tapi malahan banyak “disalah-gunakan” oleh Manusia Indonesia untuk tunjukkan eksistensi diri.. adu ego, adu sok jago. Pokoknya adu berbagai hal, sehingga tali silaturahmi-pun malah jadi rusak.
Salah satu contoh nyata seperti yang terjadi dalam Pemilu 2019 yang baru lalu. Yaitu perseteruan keras dan tajam antara “Kubu Cebong” versus “Kubu Kampret” itu. Sungguh memprihatinkan. Pemilu yang seharusnya sebagai Pesta Demokrasi Rakyat malah telah menjadi ajang konflik yang masif antar pribadi dan kelompok masyarakat dengan melanggar etika dan tata-krama di ruang publik.
7 SIFAT DASAR MANUSIA INDONESIA MAKIN MEMBURUK?
Dahulu, budayawan Mochtar Lubis melalui Orasi Kebudayaan pada bulan April tahun 1977 di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta telah menyampaikan bahwa terdapat Tujuh Sifat Dasar Bangsa Indonesia. Enam Sifat Dasar Buruk, dan hanya satu yang bagus, yaitu punya rasa Nyeni (art).
Kini setelah puluhan tahun berlalu, tampaknya yang enam sifat dasar Manusia Indonesia itu malah semakin memburuk. Sedangkan sifat Dasar yang satu yang tadinya baik, kini sudah menjadi buruk. Alias kini tujuh Sifat Dasar Manusia Indonesia semuanya buruk dan semakin terus memburuk.
Memang untuk ini memerlukan sebuah riset khusus untuk mengetahui tentang permasalahan bangsa ini secara lebih otentik. Namun telah lama disinyalir kuat bahwa Pembangunan Karakter Nasional ( National Character Building, NCB) dari Bangsa Indonesia dirasakan semakin melemah saja.
POLITIK UANG MAKIN MENGGILA
Jadi siapakah yang salah disini? Di era Demokratisasi saat ini kok rasa persatuan dan kebersatuan kita sebagai sebuah bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, yaitu Satu Bahasa, Satu Nusa dan Satu Bangsa, yaitu Indonesia malah semakin lemah. Buya Syafii Marif sendiri menyebutnya sebagai era Demokrasi Tuna-Adab, alias Tidak Beradab.
Bayangkan saja, praktek Politik Uang yang diyakini sebagai biang kerok atau sumber dari segala keburukan dan kebusukan serta kejahatan terhadap rakyat dan negara malah semakin menggila, merajalela merasuk sampai ke seluruh pelosok 75 ribuan Desa kita serta pelosok Kota. Politik Uang ini terjadi baik di Pilpres, Pileg, Pilkada bahkan Pilkades.
Jadi kini apalah lagi kebaikan dan kebajikan yang masih tersisa di bangsa dan negara kita ini ?? Karenanya harus ada sebuah tindakan besar yang bersifat luar biasa, extra-ordinary untuk mengatasi problem bangsa yang sudah sedemikian begitu kronis dan akut ini.
Intinya, Manusia dan Bangsa Indonesia harus Berani Berubah, Berani Mengubah, Indonesia Berubah. Tak ada pilihan jalan lain! Salam Pancasila !! Salam Budaya 714 Suku Nusantara! Salam 75ribuan Desa Kita!. (snc)
Penulis: SabarMangadoe Sekretaris Jendral Gerakan Daulat Desa (@GDD)