SimadaNews.com – Pemerintah melarang penggunaan simbol dan kegiatan bagi Front Pembela Islam (FPI) karena dinilai telah bubar sejak Juni tahun lalu.
Pemerintah telah mengeluarkan keputusan bersama enam menteri dan lembaga tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Dalam keputusan bersama disebutkan, aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang dilakukan FPI apabila terjadi pelanggaran terhadap aturan ini. Pemerintah juga meminta masyarakat untuk tidak terpengaruh dan melaporkan kegiatan yang dilakukan FPI.
Untuk itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta aparat pusat dan daerah untuk menolak jika ada organisasi yang mengatasnamakan FPI.
“FPI sejak tanggal 21 Juni 2019 secara de jure (berdasarkan hukum.red) telah bubar sebagai ormas. Tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum seperti sweeping dan provokasi,” jelas Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (30/12/2020).
Enam menteri tersebut antara lain Menteri Hukum, Menteri Komunikasi, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI (Kapolri) dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Selain itu, kementerian dan lembaga yang menandatangani surat keputusan bersama ini diminta berkoordinasi dalam menegakkan hukum terkait kebijakan ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menanggapi kebijakan ini, Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta meminta pemerintah mewaspadai dampak dan reaksi para simpatisan FPI. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi memicu perlawanan dari simpatisan FPI yang cukup banyak.
“Basis massa yang cukup besar dan militan memungkinkan adanya aksi perlawanan, selain itu simpatisan yang berasal dari kelompok lain termasuk kelompok radikal terorisme juga sangat mungkin melakukan aksi balas dendam,” ujar Stanislaus Riyanta melalui keterangan tertulis, Rabu (30/12/2020).
Selain itu, Riyanta menilai kebijakan ini kemungkinan juga dapat direspons dengan diam-diam oleh FPI. Hal ini seperti yang dilakukan HTI yang tetap melakukan kegiatan dan propaganda, meskipun telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
“Setelah bubarnya dan pelarangan FPI, maka pemerintah diharapkan terus menjalin dialog dengan berbagai komponen masyarakat, termasuk tokoh dan ormas agama.Terutama untuk menciptakan harmonisasi dan kebhinekaan di Indonesia. Dialog harus dikedepankan sebelum adanya tindakan hukum atau aksi lainnya,” ujar Riyanta. [VOAINDONESIA]