DALAM tahapan pemilu terdapat banyak tahapan krusial yang menjadi tolok ukur sukses atau tidaknya perhelatan ini.
Salah satunya yang akan menjadi perhatian kita saat ini adalah Tahapan Pemuktahiran Data Pemilih.
Hak pilih warga negara dalam pemilu dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Hak pilih adalah salah satu hak dasar warga negara. Bahkan, hak pilih termasuk hak asasi manusia.
Pemutakhiran data pemilih memiliki kerawanan penghilangan hak pilih. Hal ini merupakan pelanggaran kemanusiaan dan hak politik warga negara.
Permasalah Data Pemilih
Di dalam banyak jurnal dan literasi disebutkan bahwa seringkali dalam sidang perkara sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi adalah permasalahan pemuktahiran data pemilih. Baik dalam Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden maupun Pemilihan Kepala Daerah yang selalu menjadi salah satu pokok aduan adalah permasalahan data pemilih.
Seperti yang kita ketahui, perjalanan panjang proses pemuktahiran data pemilih pasti akan banyak menemui permasalahan yang sedikit banyak akan berpengaruh pada validitas dari hasil pemuktahiran data pemilih tersebut.
Acuan data yang dipergunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah data pemilih pada pemilu yang terakhir yang secara berkelanjutan dilakukan pemuktahiran dengan disandingkan dengan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) dari Kemendagri melalui Sistem Data Pemilih (Sidalih) yang dievaluasi setiap 6 bulan sekali.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menjadi dasar hukum dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan. KPU menggunakan hasil penyusunan daftar pemilih sebagai bahan dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan (Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2017, Peraturan KPU Nomor 11 tahun 2018 pasal 58 ayat 1, Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2021), Surat Edaran KPU RI Nomor 366/PL.02-SD/01/KPU/IV/2021, tanggal 21 April 2021 tentang perubahan surat Ketua KPU RI Nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/ 2021 perihal Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan tahun 2021 menyebutkan, dalam melaksanakan pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan, KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi secara berkala dengan instansi-instansi pemerintah daerah yang menangani administrasi kependudukan.
Validitas dua data yang dikelola KPU tersebut (Data Pemilu Terakhir dan DP4 Kemendagri) memang tidak perlu diragukan lagi. Meskipun, data DP4 dari Kemendagri masih menyisakan banyak permasalahan seperti adanya NKK atau NIK ganda yang seringkali mengarah pada kesemrawutan data pemilih.
Pekerjaan Rumah KPU
Permasalahan data pemilih sebagai warisan dari masalah pendataan kependudukan yang berakar pada proses pembuatan data konsolidasi bersih oleh Ditjen Dukcapil dengan perangkatnya di tingkat kabupaten/kota.
Terdapat sejumlah persoalan pada pendataan kependudukan. Di antaranya sistem yang tidak cukup dinamis untuk mengikuti dinamika kependudukan, dan prosedur yang panjang terkait perubahan status atau karakter identitas kependudukan.
Penyesuaian data juga memerlukan tarikan data dari pusat sebelum diakses oleh Dispendukcapil di daerah selama enam bulan, untuk dilakukan pembaruan data penduduk berbasis harian.
Seluruh permasalahan proses pendataan kependudukan ini menyisakan sejumlah persoalan, yang terus diwariskan bersama DP4 yang diserahkan ke KPU.
Selama ini persoalan data kependudukan merupakan salah satu penyebab tidak akurat dan validnya daftar pemilih. Mulai dari NIK ganda, data penduduk yang meninggal yang belum hilang karena belum mengurus akta kematian, pindah domisili yang tidak mutakhir, serta banyaknya warga yang belum rekam KTP elektronik (KTP-el).
Hal inilah yang selalu terjadi pada setiap pemilu, yaitu banyaknya pemilih belum rekam KTP-el dan kurangnya kepedulian masyarakat untuk mengurus administrasi kependudukan.
Rekrutmen Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) atau Pantarlih masih menjadi pekerjaan rumah bagi KPU yaitu soal kepastian pemahaman dan cara kerja mereka.
Harus di pastikan PPDP/Pantarlih betul-betul turun memverifikasi keberadaan pemilih saat coklit berlangsung.
Data yang sering ditahan karena pembayaran honor yang bermasalah di tingkat PPDP/Pantarlih dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) bahkan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Tidak langsung turunnya Pantarlih ke lapangan karena merasa sudah punya data kependudukan (biasanya hal ini terjadi jika Pantarlih menjabat sebagai perangkat desa), penguasaan teknologi untuk mengoperasikan Sidalih dan yang paling terpenting adalah tingkat partisipasi masyarakat yang sangat rendah terhadap tahapan ini.
Peran Aktif Masyarakat
Solusi utama untuk menyelesaikan sengkarutnya data pemilih adalah pentingnya peran aktif masyarakat. Sebab, menurut catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Data Pemilih Tetap (DPT) pada pemilu 2019 ada sebanyak 2.254.548 penduduk yang belum melakukan perekaman E-KTP.
Data ini menggambarkan dalam tahapan pemutakhiran data pemilih, membutuhkan keterlibatan masyarakat secara aktif untuk menghasilkan akurasi data pemilih yang lebih baik lagi pada pemilu 2024 yang akan datang.
Peran aktif masyarakat ini penting, agar tidak terkesan rakyat hanya dibutuhkan saat berada di TPS. Hal inilah yang harus dipikirkan oleh KPU dan Bawaslu selain kerja teknis yang sudah ada.
Pemutakhiran data pemilih, kemandirian data pemilih dalam pemilu serentak 2024 seharusnya dimiliki KPU. Tidak lagi ada data-data penyanding yang justru akan menjadi masalah besar dalam proses pemutakhiran data pemilih juga merupakan solusi yang sangat penting.
Dengan adanya pemutakhiran data pemilih, pemerintah melalui Kemendagri seharusnya mempercayakan data pemilih dalam pemilu dan pilkada nanti kepada KPU.
Permasalahan yang dihadapi petugas Pantarlih bisa diminimalisir paling tidak ketika Pantarlih saat melakukan coklit, data yang dipegang betul-betul data yang sudah relatif terjaga validitasnya oleh KPU. Upaya ini dapat dilakukan melalui program Pemutahiran Data Pemilih Berkelanjutan (DPB).
Permasalahan data pemilih ini haruslah dituntaskan menjelang pelaksanaan pemilu 2024. Upaya ini sangatlah penting untuk menghindari kerugian konstitusional dalam pelaksanaan pemilu, yakni demi menjaga kedaulatan suara rakyat.
Semoga pendataan daftar pemilih dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan menuju pemilu serentak tahun 2024 yang berkualitas dan dipercaya, dapat diwujudkan hingga hak konstitusional warga negara dapat tersalurkan dengan semestinya. (*)
Penulis adala Panitia Pemilihan Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta