SimadaNews.com-Rindu Erwin Marpaung, seorang warga Kota Pematangsiantar, bersama 15 advokat dari Kantor Hukum Pondang Hasibuan, S.H., M.H. & Rekan, resmi mengajukan gugatan terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia—yakni Kapolri, Kapolda Sumut, Kapolresta Pematangsiantar, dan Kasatlantas Polresta Pematangsiantar—atas pembiaran kendaraan modifikasi nonstandar (odong-odong) yang beroperasi di jalan umum.
Gugatan diajukan pada Selasa 6 Mei 2025 di Pengadilan Negeri Pematangsiantar.
Gugatan itu merupakan bentuk protes terhadap kelalaian aparat dalam menegakkan hukum lalu lintas, khususnya menyangkut keberadaan odong-odong bermotor yang tidak memenuhi standar keselamatan dan berpotensi membahayakan masyarakat, terutama anak-anak.
“Ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi soal prinsip dasar negara hukum. Setiap tindakan atau kelalaian institusi publik harus dapat diuji secara hukum dan moral,” tegas Rindu.
Odong-odong bermotor, yang merupakan kendaraan hiburan anak hasil modifikasi dari sepeda motor atau mobil bak terbuka, kini menjamur di Pematangsiantar.
Ironisnya, keberadaan mereka yang melanggar regulasi justru dibiarkan oleh aparat tanpa tindakan tegas, meskipun pelanggaran tersebut kasat mata dan berisiko fatal.
“Ketika institusi seperti kepolisian tidak bertindak, maka mereka turut bertanggung jawab atas segala akibatnya. Ini pembiaran, bukan ketidaktahuan,” tambah Rindu.
Gugatan itu menurutnya, adalah bagian dari tanggung jawab sipil warga untuk menuntut keselamatan publik dan menggugat kelalaian negara dalam menjalankan mandat konstitusionalnya.
ARGUMEN HUKUM GUGATAN
Pondang Hasibuan, S.H., M.H., kuasa hukum Rindu Erwin Marpaung, menegaskan bahwa tindakan kepolisian yang membiarkan sepeda motor modifikasi beroperasi di jalan umum tanpa izin layak dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).
“Pasal 277 junto Pasal 50 Undang undang Nomor. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Pasal 61 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, secara jelas melarang kendaraan semacam ini. Penindakan seharusnya bisa langsung dilakukan melalui razia dan penilangan,” jelas tim kuasa hukum yang terdiri dari Sahat Benny R. Girsang, S.E., S.H., M.H., Gunawan Sirait, S.H., M.M., dan Erni Juniria Harefa, S.H., M.H.
Advokat Sihar T. Josua Simare-Mare, S.H., Zakaria Tambunan, S.H., dan Nobel L.P. Siregar, S.H. juga menekankan bahwa kelalaian aparat dalam hal ini telah menimbulkan kerugian nyata, termasuk kecelakaan lalu lintas yang sudah beberapa kali terjadi dan viral di Pematangsiantar.
“Kepolisian harus menjalankan amanah undang-undang. Membiarkan pelanggaran hukum secara terbuka justru mencederai fungsi institusi sebagai pelindung masyarakat,” imbuh advokat Ruth Naola Purba, S.H., M.H. dan Badukari Halawan, S.H.
Gugatan ini juga disiapkan secara serius, dengan berkonsultasi kepada para ahli hukum lalu lintas dan publik dari salah satu universitas terkemuka di Sumatera Utara yang akan dihadirkan dalam persidangan.
Sidang perdana perkara ini, terdaftar dengan Nomor 41/Pdt.G/2025/PN Sim, akan digelar pada Senin, 19 Mei 2025.
Rindu, yang juga Ketua Pusat Studi Kebijakan Publik dan Politik (PUSTAKA) Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, menyatakan:
“Kami menggugat bukan karena benci institusi kepolisian, tapi demi menyelamatkan wajah negara dari ketidakpedulian. Ruang publik harus menjadi arena koreksi moral warga terhadap institusi yang lalai.”
Advokat Pondang Hasibuan, S.H., M.H. menutup dengan menyerukan agar Kapolresta Pematangsiantar dan Kasatlantas hadir dalam persidangan dan segera menegakkan hukum dalam penertiban kendaraan yang tidak memenuii standart layaknjalan. (snc)
Laporan: Romanis Sipayung