RADIKALISME mempunyai ciri intoleran, fanatik, inklusif dan revolusioner. Beberapa Sifat radikalisme yaitu, destruktif, menghalalkan segala cara.
Seperti ISIS di Syria, menyebarkan ajaran secara persuatif, yakni mengenalkan radikalisme melalui ceramah agama. Bahwa yang tidak sefaham dan tidak menggunakan hukum Allah adalah Toghut (lebih mencintai suatu dari pada Allah).
Dalam The Concise Oxford Dictionary (1987), radikal berasal dari bahasa Latin “Radix, Radicis” yang berarti akar, sumber, atau asal mula.
Radikalisme berasal dari akar kata radikal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Radikalisme” didefinisikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003, terorisme adalah penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan situasi teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas dan menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas harta benda orang lain, yang mengakibatkan kerusakan atau kehancuran obyek-obyek vital strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik dan fasilitas internasional.
Penyebabkan terjadinya radikalisme, bisa juga dari internal yakni adanya pemahaman yang sempit terhadap teks Al Qur’an. Atas kondisi itu, Penyuluh Agama Islam Non PNS sangat urgen mencegah berkembangnya paham tersebut dengan cara yang damai dan lemah lembut di tengah masyarakat.
Mengatasi radikalisme, bisa dilakukan penyuluh dengan mengembangkan ajaran agama yang benar, menanamkan jiwa nasionalisme, membangun jejaring damai, membiasakan tabayun, dan tidak langsung percaya pada suatu ajaran baru. Sebab, Islam adalah agama Rahmatan Lil’Alamiin, yang cirinya Toleransi, Moderat, Seimbang dan Adil.
Allah SWT telah menyempurnakan ajaran Islam dan menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik yang akan menjadi saksi atas umat yang lain, seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT didalam Surat Al-Baqarah Ayat 143 :
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil (terbaik) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.
Dari kalimat “ummatan wasathan” (umat yang adil atau pertengahan) tampak jelas bahwa umat Islam dilarang melampaui batasan yang telah ditetapkan syariat, baik dalam keyakinan maupun amalan. Sikap melampaui batas tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam semua urusan, apalagi dalam urusan agama.
Penyuluh Agama Islam Non PNS, merupakan tangan panjang pemerintah melalui bahasa agama, yang menjadi ujung tombak Kementerian Agama yang langsung berhadapan dengan masyarakat, termasuk para guru yang senantiasa berhadapan dengan murid.
Apa yang sudah dilakukan Kementerian Agama Kabupaten Simalungun dan seluruh ormas Islam, yang telah mendeklarasikan penolakan atas paham radikalisme dan terorisme, pantas diapresiasi.
Diapresiasi, karena seluruh stakholder Kemenag Simalungun dan Ormas Islam, memberikan dukungan penuh kepada Polres Simalungun, dalam menanggulangi terorisme dan intoleransi di Kabupaten Simalungun.
Dalam memberikan kontribusi dan dukungan kepada pihak kepolisian, Penyuluh Agama Islam Non PNS mempunyai tugas sebagai garda terdepan Kementrian Agama, dalam menyampaikan pesan pembangunan dan keagamaan kepada masyarakat dan umat.
Caranya, mengimplementasikan peran dalam upaya mengembangan ajaran agama Islam yang benar. Dan sekali lagi, sembari menanamkan ajaran agama yang benar, juga menanamkan nilai-nilai tolerasansi,keberagaman serta menanamkan jiwa Nasionalisme kepada masyarakat.
Dan bila semua Penyuluh Agama melakukan peran penting itu, di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Maka tumbuhnya paham-paham radikal, bisa diantasipasi dan dihilangkan dari masyarakat. Semoga… (*)
Penulis: Faisal Hamzah SPd.I, Penyuluh Agama Islam Non PNS Spesialisasi Narkoba dan AIDS di Kecamatan Tanah Jawa