SimadaNews.com-Lahan di sempadan Danau Toba sekitar Lapangan Sisingamangaraja Balige yang akan digunakan untuk perlombaan Boat Race F1H2O mengundang kritikan warga.
Pasalnya, hingga saat ini pemerintah dinilai abaikan hak warga pemilik sertifikat tanah di lokasi tersebut.
“Sejarah tanah jelas kepemilikannya, baik yang sertifikat maupun yang bukan. Kami tidak mengusahakan dan memiliki tanah garapan,” sebut Peiza Hutabarat salah seorang pemilik sertifikat tanah, saat dikonfirmasi, Senin 9 Januari 2023.
Atas dasar itulah pihaknya mengajukan penerbitan sertifikat dari Badan Pertanahan Negara atas tanah yang dimiliki dan dibuktikan dengan kepatuhan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“UUPA jelas 20 tahun menempati tanah tanpa gangguan dari manapun bisa mendaftarkan tanahnya jadi hak milik. Penguasaan mereka sudah lebih 20 tahun dan sejarah asal usul tanah dan putusan Pengadilan Negeri jelas Napitupulu yang mempunyai itu,” ujarnya.
“Saya beli tanah itu dari tulang Napitupulu bersertifikat dan saya bayar BPHTB 5 persen waktu membeli dan balik nama. 5 persen itu sudah masuk ke kas daerah,” tambah Peiza.
Diakui, pihaknya belum mendapatkan solusi meski telah beberapa kali mengikuti pertemuan bersama pemerintah kabupaten.
“Kita sudah beberapa kali pertemuan tapi tidak pernah ada solusi. Kami hanya meminta tanah kami disewa pemerintah. Saat itu kami pernah menerima uang 4,5 juta untuk 1 tahun penggunaan sampai dengan Juni 2023. Dan waktu itu diberikan janji ex kadis PU nanti kita buat lagi perjanjiannya,” tuturnya.
Pemilik tanah bersertifikat berharap pemerintah memberi solusi tepat atas permasalahan yang dihadapi masyarakat.
“Tetapi peraturan tidak boleh berlaku surut artinya sertifikat sudah terbit sebelum peraturan ini ada. Tidak bisa serta merta peraturan ini meniadakan kepemilikan orang. Tidak mudah menjadi penguasa. Harus mau mendengar bukan hanya ke atas, ke bawah juga, banyak belajar setiap hari,” ketusnya.
Menanggapi keluhan warga pemilik sertifikat di lahan yang dijadikan lokasi pelaksanaan F1H2O, perwakilan Badan Pertanahan Toba angkat bicara.
“Aturan terkait sempadan danau itu kan 2014, sertifikat Peiza itu 2007. Kami taat pada peraturan terkait sempadan Danau Toba. Sertifikat sudah terbit, tapi kan sertifikat yang disitu kan saat ini sedang proses hukum maka kami menunggu gimana hasilnya nantinanti, kami tidak bisa langsung membatalkan,” terang Henri Tobing, Kepala seksi pengadaan tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Toba.
Terkait informasi sertifikat telah di blokir, BPN Toba membenarkan dengan didasari adanya kegiatan F1H2O.
“Kita kan bagian dari pemerintah, itu kan lagi ada kegiatan pemerintah. Namun bukan hanya disitu, semuanya yang ada di sempadan danau di blokir. Jadi tanah itu tidak bisa diapa-apain bukan tidak punya hak karena saat ini ada kegiatan pemerintah,” jawabnya.
Soal pemberian sejumlah dana kepada pemilik tanah, Sekdakab Toba Augus Sitorus membantah.
“Uang apa, ga ad ngasih-ngasih uang seperti itu, ga ad itu, ga ngerti kita itu. Pemerintah hadir menyiapkan ruko-ruko untuk mereka tempati dan itu aset pemda,” sebut Augus Sitorus.
Sekda Augus juga menginformasikan adanya pemblokiran sertifikat tanah di wilayah sempadan Danau Toba.
“Yang memiliki sertifikat sudah di blokir oleh BPN, namun untuk detail nya tanya saja ke BPN. Pemkab tidak bisa menyewa tanah-tanah sempadan. Pemerintah memfasilitasi nanti kalau ada pelaku-pelaku usaha disitu, mereka-mereka itu lah pelaku usahanya,” terangnya singkat. (snc)
Laporan: Jaya Napitupulu

Discussion about this post