ADAT adalah aturan, norma, hukum yang harus diturut dan dilaksanakan mengatur perilaku atau perbuatan yang menjadi tatanan hidup masyarakat semesta tanpa memunculkan stigmatisasi atau dikotomi macam-macam.
Bangso Batak mengenal wejangan (poda) leluhur, “Ompu Na Jolo Martukkothon Siala Gundi, Pinukka Ni Ompunta Na Parjolo Siihuthonon Ni Na Parpudi”. “Jongjong Pe Adati Ndang Jadi Tabaon, Peak Pe Adati Ndang Jadi Lakukan”.
Makna kedua wejangan tersebut dalam terjemahan bebas ialah apa yang diwariskan leluhur wajib diturut & dilaksanakan generasi penerus. Berdiri adat tak boleh ditebang/dirusak, telentang pun adat tidak boleh dilangkahi.
Oleh sbab itu, siapa pun yang coba-coba merusak atau merendahkan Adat Budaya Batak pasti mendapat PERLAWANAN KERAS, karena diasumsikan MENGHINA JATI DIRI bangso Batak beradat, berbudaya, beradab & beriman !!
Belakangan hari ini muncul perdebatan keras atas narasi “Pemusnahan Babi” di Sumut oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.
Narasi tersebut telah menimbulkan polemik dan polarisasi serta perlawanan di ruang publik, baik masyarakat sekitar Medan, Kaldera Toba, Sumut maupun Diasporanya di seluruh penjuru.
Aksi masyarakat semesta yang telah menggelar aksi damai #SaveBabi sebagai bentuk solidaritas yang ber “Demokrasi Berakar Kuat Pada Suku Budaya Bangsa Masing-Masing”.
Reaksi keras terhadap hal itu sesungguhnya membuktikan, bahwa Adat Budaya merupakan salah satu hal esensial dan fundamental serta sensitif tak bisa dianggap remeh.
Sebab, Adat Budaya merupakan jati diri spesifik warisan leluhur dijunjung tinggi, dihormati, dihargai seluruh rakyat Nusantara.
Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, termasuk Sumut yang juga bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus konkrit menghormati, menghargai Pluralisme-Multikultural dalam pola hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sumut adalah “KOTA BERBILANG KAUM” bumi kebhinnekaan. Perbedaan, keragaman, kemajemukan atau kebhinnekaan adalah “Pelangi Indah” jaminan survival bangsa Indonesia. Tidak boleh sekali-sekali dirusak “EGO SEKTORAL” atas nama apapun jua.
Marilah kita jadikan pelajaran berharga perdebatan, polemik, polarisasi pemikiran tentang Sumut ke depan. Dan, bagi Pemprov Sumut agar lebih arif bijaksana menyikapinya. Segala perbedaan persepsi ditengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebaiknya diselesaikan musyawarah-mufakat nilai luhur adat budaya Nusantara itu sendiri tanpa harus mengorbankan kearifan lokal.
Sebaiknya mari kita ciptakan percepatan kemajuan pembangunan Sumut untuk “DESTINASI WISATA TOLERAN” kelas dunia dengan menjaga, merawat, melestarikan, mengembangkan Adat Budaya sebagai menu pariwisata, menarik para pelancong (wisatawan) berduyun-duyun ke Bona Pasogit atau Sumut kita ke depan menuju Sumut Bermartabat yang sesungguhnya. (*)
Penulis: Mario Oktavianus Sinaga, Ketua GM Marsia Sumut dan aktivis Batak Muda Dunia