SimadaNews.com-Di era Revolusi 4.0, memaksa siapa saja harus keluar dari zona nyaman. Sebab apa yang terjadi di masa yang akan datang tidak bisa diprediksi.
Di era saat ini, sudah memasuki zaman digital sehingga banyak dunia kerja berubah, banyak tenaga kerja hilang karena menghadapi era 4:0.
Pemaparan itu disampaikan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Rekson Silaban, saat menjadi narasumber dalam Diskusi Publik Pengurus Nasional Perkumulan Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PNPS-GMKI) di Simalugun Room Siantar Hotel, Sabtu 12 Oktober 2019.
Mantan Ketua Cabang GMKI Siantar-Simalungun ini menyebutkan, Revolusi Industri 4.0, mau tidak mau, harus dihadapi dengan melakukan penggalian fokus pengembangan sektor-sektor yang menjadi perhatian pemerintah.
Tujuannya, untuk bisa menentukan arah perjalanan generasi yang akan datang, sehingga tidak menjadi sumber daya yang justru digantikan otomatisasi dan robotik.
Rekson mengungkapkan, kondisi saat ini lapangan kerja yang semakin berkembang menurut penelitian, ada di sektor konstruksi, pendidikan, pelayanan masyarakat dan teknologi informasi. Untuk itu, harus ada kiat atau strategi dalam menghadapi perkembangan yang begitu cepat.
Rekson menambahkan, ada empat strategi sukses menghadapi Revolusi 4.0. Pertama, kecepatan. Kecepatan dalam hal ini dimaksud adalah dalam menjalan pekerjaan harus diselesaikan dengan cepat dan jangan menunda-nunda pekerjaan.
Kedua, berkolaborasi dengan cara memanfaatkan jejaring. Ketiga berinovasi dan mengutamakan kecerdasan.
“Jadi Revolusi 4.0 juga tidak perlu disikapi dengan ketakutan berlebihan. Kuncinya, bila kita berinovasi dan melakukan kolaborasi dengan jejaring, maka kesuksesan bisa diraih,” pungkas Rekson.
Sedangkan Narasumber lainnya, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampouw, menyebutkan bahwa gereja harus ambil bagian atau berperan dalam segala persoalan bangsa.
Jerry juga mengaku, selama ini memang gereja sudah menunjukkan kepedulian terhadap berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Namun, terkadang gereja terkesan lambat dalam mengambil keputusan, sehigga sebenarnya perlu strategi cepat ketika menyikapi apapun yang terjadi di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kadang isunya sudah tidak dibicarakan lagi, baru gereja mengambil keputusan. Persoalan yang sudah tidak hangat lagi dibicarakan, baru dibuat sikap. Itukan terkesan lambat. Jadi seharusnya gereja harus benar-benar memberikan respon cepat,” ujar Jeirry.
Ketua PNPN-GMKI Siantar-Simalungun dr Sarmedi Purba, menimpali, bahwa Gereja harus mampu mengimbangi perkembangan yang terjadi pada revolusi industri 4.0 agar gereja tidak di tinggalkan. Bahkan, Gereja juga harus berinovasi mengimbangi perubahan teknologi yang semakin cepat.
Sebelumnya, diskusi diawali sambutan Ketua GMKI Siantar-Simalungun May Luther D Sinaga STh.
Dia menuturka, Pemilu 2019 lalu meninggalkan beban bagi bangsa. Pembelahan dan polarisasi tajam atas dasar SARA menjadi momok menghantui perjalanan kebangsaan ke depan.
“Hal ini tentu harus kita antisipasi dan tangani bersama. Sebab jika tidak maka konflik, perpecahan atau disintegrasi bangsa rasanya merupakan sesuatu yang bisa saja terjadi,” kata Luther.
Hal senada juga disampaikan Wakil Sekjend PNPS-GMKI Felix Silitonga SH, yang didapuk menjadi medorator mamandu diskusi publik itu.
Felix menyebutkan, atas kondisi yang terjadi Pasca Pemilu 2019, semua elemen prihatin dan kuatir dengan apa yang terjadi. Karena itu, rekonsiliasi penting, paling tidak, agar isu dan situasi yang sama tidak akan terulang lagi ke depan.
“Situasi kebangsaan pasca Pemilu yang carut-marut menjadi tantangan gereja, sekaligus pertaruhan eksistensi gereja. Karena itu, gereja tak boleh diam. Ada kebutuhan untuk bersikap dan terlibat. Paling tidak menjadi elemen yang makin memperkuat ikatan dan kohesi kebangsaan,” kata pria alumni Fakultas Hukum USI itu.
Feliks menambahkan, bahwa penekanannya adalah pada sikap gereja. Bagaimana gereja menyikapi situasi Pasca Pemilu. Lalu, bagaimana gereja harus menjalin relasi dan kerjasama dengan elemen kebangsaan lain, baik agama, suku maupun kelompok masyarakat lainnya.
Dan di akhir Diskusi, Felix menyampaikan sejumlah rekomendasi yang harus disampaikan kepada lembaga gereja, dalam menyikapi berbagai persoalan kebangsaan dan harapan menghadapi Revolusi 4.0. (snc)
Editor: Hermanto Sipayung