DEMOKRASi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Partisipasi warga negara di Indonesia dalam politik praktis mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan demokrasi di Indonesia termasuk peran kaum perempuan.
Pengalaman laki-laki dalam berpolitik berada jauh di depan dibanding perempuan.
Fakta sejarah yang menempatkan posisi perempuan menjadi tertinggal di belakang laki-laki karena termarginalkan dan kurang memiliki pengalaman di kancah politik.
Budaya politik yang terbentuk karena absennya kehadiran perempuan menyulitkan praktik politik bagi perempuan dalam mendapat ruang yang sama dengan laki-laki.
Diperlukan upaya-upaya mendorong perempuan mengejar ketertinggalannya, agar perempuan mampu maju dan bersaing dalam pemilu membentuk pengalaman politik khas perempuan dan meraih posisi politik bagi perempuan melalui kuota gender.
Keterwakilan perempuan juga diperhatikan dalam komposisi penyelenggara pemilihan umum mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga pada Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu.
Demokrasi yang adil bagi perempuan terus menerus diperjuangkan hingga akhirnya muncullah kebijakan yang semakin jelas bentuknya, yakni ditetapkannya kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam daftar calon pemilu legislatif yang diajukan oleh partai politik. Namun nampaknya antara pengusulan dengan perolehan kursi tidak sesuai harapan. Beberapa kali pemilu jumlah keterwakilan belum pernah terpenuhi minimal 30 pemilu.
Pemilu serentak tahun 2024 juga menargetkan kuota 30 persen perempuan.
Di luar jabatan pada legislatif, keterlibatan perempuan juga diharapkan dapat menduduki jabatan di eksekutif maupun yudikatif.
Undang-undang partai politik telah menggariskan, bahwa salah satu fungsi partai politik adalah rekrutmen politik untuk mengisi jabatan publik termasuk jabatan legislatif dengan memperhatikan kesetaraan gender.
Representasi perempuan di legislatif akan memberikan keseimbangan dalam mewarnai perumusan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, penganggaran, dan pengawasan yang akan lebih berpihak pada kepentingan kesejahteraan perempuan dan anak.
Penting bagi seluruh perempuan di Indonesia, kalau saja sesama perempuan kita saling mendukung, saling memotivasi, saling menginspirasi, kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam politik itu akan bisa tercapai.
Memang ada beberapa hal yang harus dikuatkan oleh perempuan itu sendiri. Pertama, perempuan harus percaya diri, kuatkan dulu keinginan dari diri perempuan itu sendiri bahwa saya ingin sukses, saya ingin maju dan saya bisa. Yakinkan itu terlebih dahulu. Kedua, harus ada restu dan dukungan keluarga.
Perempuan juga mempunyai hak untuk memiliki eksistensi diranah publik serta memperkuat kompetensi dan membangun jejaring untuk meningkatkan partisipasi dirinya.
Perempuan harus didorong untuk mendapatkan posisi sebagai penyelenggara pemilu melalui pengadaan pelatihan kepemiluan dan penguatan keterampilan perempuan itu sendiri.
Diharapkan nanti banyak peran yang bisa diambil oleh kaum perempuan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Tidak hanya sebagai pemilih yang mampu berfikir kritis dan objektif dalam menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Umum, perempuan juga dapat menjadi peserta, pengawas atau bahkan penyelenggara pemilu. (*)
Penulis adalah Presidium 1 WKRI DPD Jateng ( 2020 – 2025) dan Wakil Ketua Awam Dewan Pastoral Paroki Keluarga Kudus Atmodirono Semarang 2020 – Des 2023