SimadaNews.com-Kebijakan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) meluncurkan Peraturan Menristekdikti (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, mendapat dukungan dari Ketua Dewan Gerakan Daulat Desa (GDD) Sabar Mangadoe.
Kepada SimadaNews.com, Selasa (30/10), Sabar Mangadoe menuturkan, adanya kebijakan Kemenristekdikti soal pembinaan ideologi bangsa, merupakan berita besar bagi dunia pergerakan mahasiswa yang secara sistematis represif dikerdilkan dimarjinalkan oleh rejim otoriter. Kemudian, dilanjutkankan orde baru dan era demokrasi kebablasan atau tuna adab sejak Tahun 2002 lalu.
Di masa itu, sempat ada kekosongan kehadiran organisasi mahasiswa ekstra kampus, sehingga ada kesempatan masuknya gerakan kaum radikal. Fakta-fakta itu, bisa dirasakan dimana banyak kampus sudah dikuasai kaum radikal agama.
Menurut Sabar, melalui sebuah perjuangan panjang dan berliku serta berbagai hadangan riil dari Kubu Neo-Orba, kelompok Cipayung Plus berhasil mendesak terbitnya sebuah peraturan yang memerdekan kembali kampus.
“Karena itu De-Radikalisasi Kampus bisa segera kita mulai secepat-cepatnya dan sebesar-besarnya demi masa depan bangsa dan negara NKRI,” katanya.
Sabar menambahkan, lahirnya peraturan Pembinaan Ideologi Bangsa dalam kegiatan kemahasiswaan, merupakan upaya menekan paham-paham intoleran dan radikalisme di kampus.
Sebelumnya, Menristekdikti Mohammad Nasir menyampaikan, hasil survei Alvara Research Center dengan responden 1.800 mahasiswa di 25 Perguruan Tinggi diindikasikan ada sebanyak 19,6 persen mendukung peraturan daerah (Perda) Syari’ah. Lalu 25,3 persen diantaranya setuju dibentuknya negara Islam, 16,9 persen mendukung ideologi Islam, 29,5 persen tidak mendukung pemimpin Islam dan sekitar 2,5 persen berpotensi radikal.
Untuk itu, Permenristekdikti No.55 Tahun 2018, dinilai langkah tepat untuk mengawal ideologi bangsa yang mengacu pada empat pilar kebangsaan yaitu UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Nasir menyebutkan, dalam Permenristekdikti tersebut juga mengatur agar semua kampus wajib membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKMPIB). UKMPIB berada di pengawasan rektor dan mahasiswa organisasi ekstra boleh bergabung dan menjadi salah satu pengawal ideologi dalam UKMPIB.
Dengan adanya Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018, Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 26/DIKTI/KEP/2002 Tentang Pelarangan Organisasi Ekstra Kampus atau Partai Politik dalam Kehidupan Kampus tidak berlaku lagi.
Meski begitu, lanjut Nasir, simbol-simbol organisasi ekstra seperti bendera dan lainnya tetap di larang beredar di dalam kampus.
“Nah kami mewadahi mahasiswa organisasi ektra ini diwadah UKMPIB dan nanti yang tanggung jawab rektor. Politik praktis tetap dilarang, karena ada satu kejadian di dalam kampus hanya dimonopoli oleh sekelompok orang, tidak boleh lagi begitu. semua pihak harus dilibatkan,” jelas Nasir.
Dia menyatakan, dalam waktu dekat Kemenristekdikti juga bakal mengumpulkan para rektor atau wakil rektor bidang kemahasiswaan bersama seluruh ketua umum organisasi ektra. Dengan harapan, pihak rektorat dan organisasi ektra bisa sejalan dan sepaham dalam mengawal ideologi bangsa. (manto/snc)