SimadaNews.com – Pelaksana tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ilham Saputra, mengatakan, pihaknya siap melaksanakan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Namun, Ilham mengharapkan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperhatikan beban kerja dari kelompok petugas pemungutan suara (KPPS).
“Beban KPPS ini perlu diperhatikan. Untuk mengurangi beban kerja KPPS, perlu dipisahkan hari pemungutan suara antara Pilpres, DPR, dan DPRD dengan pilkada (pemilihan kepala daerah), pemilihan DPRD provinsi, dan pemilihan DPRD kabupaten/kota,” kata Ilham, Sabtu (13/2/2021).
Menurut Ilham, Pemilu 2019 memiliki dampak positif dan negatif.
Dampak positifnya, angka partisipasi pemilih meningkat lebih dari 80 persen.
Sedangkan dampak negatif yakni terjadi hoaks secara masif, dan pemilih juga lebih fokus kepada pemilihan presiden, ketimbang pemilihan legislatif.
“Lalu banyaknya penyelenggara, yakni KPPS yang meninggal dunia dan sakit,” ujarnya.
Ilham menegaskan pemisahan hari pemungutan suara dinilainya dapat mengurangi sedikit beban KPPS.
Para pemilih juga dimudahkan dalam menentukan pilihan sesuai dengan jenis pemilihannya.
“Serta isu-isu yang sifatnya nasional tidak menggabungkan isu-isu lokal, seperti kualitas calon anggota DPRD atau kepala daerah yang tidak terekspose,” ungkapnya.
Selain itu, perlu ada pengaturan yang lebih tegas terkait tugas antara KPU, Bawaslu, dan DKPP agar meminimalisasi adanya tumpang-tindih kewenangan antara tiga lembaga tersebut.
Menurutnya, KPU saat ini tengah mengevaluasi uji coba penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pada Pilkada 2020. Sistem tersebut diproyeksikan penggunaannya pada Pemilu 2024.
“KPU mendirong agar ada payung hukum yang kuat yang mengatur penggunaan teknologi Sirekap dalam UU Pemilu yang baru nanti,” katanya.
Ia menambahkan, KPU akan tetap mengikuti UU Pemilu jika DPR menghentikan proses pembahasan revisinya.
Sebelumnya, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menyatakan banyak potensi persoalan, jika revisi Undang-undang (UU) Pemilu dijalankan secara serentak, antara pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) tahun 2024.
Rahmat menyarankan Pilpres dan Pileg tak disatukan dengan Pilkada 2024.
“Tata kelola pemilu pemilu lima kotak, beban kerja penyelenggara yang tidak proporsional , dan potensi kerugian dengan teknis yang sangat besar. Nanti akan menimbulkan banyak permasalahan” kata Rahmat.
Rahmat menuturkan, sejumlah persoalan misalnya, jika pemilu serentak tetap dipaksakan akan terjadi kemoloran penghitungan suara. penghitungan suara diperkirakan akan selesai dalam waktu sehari semalam.
“Permasalahan pengisian C1 yang masing-masing diisi oleh para saksi. Kemudian para saksi mengubahnya. KPPS sudah kelelahan mengisi problem-problem administrasi,” ungkapnya.
Meski dapat diantisipasi dengan menggunakan aplikasi Si Rekap, namun melihat masalah yang terjadi pada pemilu 2019 sudah terbukti bahwa Sirekap mengalami down. Padahal tahun 2019 jumlahnya masih dalam terhitung 4-5 calon.
“Kalau di pemilu Legislatif akan beda sendiri permasalahan. Setiap partai memiliki 10 calon, 20 bahkan 30 sehingga ini mengakibatkan beban pengelola administrasi pemilu sangat krusial dan teman-teman KPPS kesulitan,” urainya. (***)