SimadaNews.com – Sehari sebelumnya, pada Sabtu (05/12) dini hari, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap MJS dan SN yang merupakan pejabat Kementerian Sosial, serta tersangka lain dari pihak swasta, yakni AIM dan HS.
“Uang disiapkan AIM dan HS di salah satu apartemen di Jakarta dan Bandung yang disimpan di dalam tujuh koper, tiga ransel dan amplop yang jumlahnya Rp14,5 miliar,” jelas Firli.
Tim KPK mengamankan MJS, SN, dan pihak-pihak lain di berbagai tempat di Jakarta dan selanjutnya diamankan di KPK untuk pemeriksaan.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan kasus dugaan korupsi di Kementerian Sosial ini diawali dengan adanya pengadaan barang berupa bansos dalam rangka penanganan Covid-19.
Pengadaan barang itu berupa paket sembako di Kementerian Sosial pada 2020 dengan nilai Rp 5,9 triliun dengan 272 kontrak dan dilaksanakan sebanyak dua periode.
Juliari selaku Menteri Sosial, menunjuk MJS dan AW sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek tersebut dengan penunjukan langsung antar rekanan.
Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan pada rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.
“Untuik fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10.000 paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos,” jelas Firli.
Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020).
Pada konstruksi perkara, KPK mengungkapkan bahwa Juliari diduga menerima uang suap sekitar Rp8,2 miliar dalam pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama.
“Diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar,” kata Firli Bahuri.
Ia menambahkan pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK dan SN yang merupakan orang kepercayaan JPB.
Uang tersebut, kata Firli, diduga digunakan untuk membayar berbagai keperluan pribadi JPB.
Selanjutnya, pada periode kedua pelaksanaan bansos sembako, yakni dari Oktober sampai Desember 2020, terkumpul uang sekitar Rp8,8 miliar.
“Itu juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB,” tambah Firli.
Dengan demikian, Juliari diduga menerima uang suap total sekitar Rp17 miliar yang diduga digunakan untuk keperluan pribadi.
Atas dugaan tersebut, KPK menetapkan Juliari dan empat orang lain sebagai tersangka. Juliari ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama MJS dan AW.
Sementara itu, dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap, yaitu AIM dan HS.
KPK telah menyangkakan JPB melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 (i) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sedangkan AIM dan HS selaku pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi.
DITETAPKAN JADI TERSANGKA DAN MENYERAHKAN DIRI
KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi pengadaan bantuan sosial pandemi virus corona di wilayah Jabodetabek.
Menteri Sosial Juliari P. Batubara menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah lembaga antirasuah tersebut menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi program bantuan sosial (bansos) pandemi virus corona, Minggu (6/12) dini hari.
Juliari tidak mengeluarkan pernyataan apapun ketika tiba di gedung KPK sekira dua jam setelah ditetapkan tersangka.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri, dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, mengumumkan penetapan Juliari Peter Batubara atau JPB sebagai tersangka, bersama empat orang lainnya.
“KPK menetapkan lima orang tersangka sebagai penerima, yaitu JPB, MJS, AW. Dan sebagai penerima AIM dan HS,” tegas Firli saat memberikan keterangan pers secara daring, Minggu (6/12/2020) dini hari.
(bbcindonesia)