Faktor Pemicu Korupsi Pemegang Kekuasaan Politik
Lalu mengapa kepala daerah dan anggota DPR banyak yang terlibat korupsi ? Benarkah proses untuk dapat menjadi kepala daerah dan untuk menjadi anggota DPR mengeluarkan biaya yang mahal ?.
Ternyata memang para calon mengeluarkan dana yang besar, berupa mahar politik kepada partai pengusung, alat peraga dan biaya Kampanye-kampanye politik yang mahal. Kampanye politik menjadi mahal karena ternyata tidak banyak masyarakat memilih dengan tulus, mereka bahkan memanfaatkan keinginan berkuasa dari para calon, wani piro (berani berapa) adalah bahasa yang sudah lajim pada saat perhelatan politik, karena keinginan berkuasa sangat menggoda, maka para calon bersaing untuk membayar kepada masyarakat agar mereka dipilih.
Biaya politik yang mahal telah menguras habis pundi-pundi para calon sejak pencalonan sampai mereka memegang kekuasaan politik. Gaji yang mereka peroleh sebagai pemegang kekuasaan politik tidak mungkin dapat mengembalikan biaya politik yang mereka keluarkan sampai berakhirnya masa jabatan yang di pegang, pada akhirnya proyek yang melibatkan uang negara dalam jumlah besar dan
proyek lain atau apapun yang dapat menghasilkan uang akan menjadi sasaran sebagaimana praktek biasanya telah berlaku, miris.
Praktek ini dapat berjalan baik karena lingkungannya sangat tertutup, jaringan juga dari kalangan sendiri dan sudah berpengalaman, didukung oleh budaya permisif terhadap korupsi, lemahnya ketertiban dan penegakan hukum serta kerjasama yang baik antar lembaga, sehingga korupsi pun berjamaah.
Apakah masalah korupsi diatas tidak disadari oleh petinggi partai politik, petinggi negara, penegak hukum, KPK, pegiat anti korupsi dan masyarakat ? Tentu disadari sepenuhnya, bahkan juga sebagai pelaku berjamaah, mereka juga yang membawa masalah ini ke forum diskusi untuk mencari alternatif pemecahan, namun sampai saat ini belum ada alternatif yang dihasilkan, mengapa ?, apakah justru dimanfaatkan ? Tidak tahu, mungkin hanya rumput bergoyang yang dapat memberi jawaban.
Alternatif Pencegahan
Ada paling tidak tiga hal mengapa calon kepala daerah atau calon legislatif harus mengeluarkan biaya politik yang besar, yaitu mahar politik, transaksi dengan masyarakat pemilih dan biaya pembuatan alat peraga kampanye, untuk mengantisipasi ketiga hal tersebut, Komunite Pegiat Anti Korupsi (Kompak) dan Gerakan Daulat Desa (GDD) menawarkan alternatif pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang tidak mengeluarkan biaya besar, bahkan hanya dengan biaya yang sangat kecil, dengan cara antara lain:
- Partai politik tidak memungut mahar politik dari calon. Untuk hal ini bisa belajar kepada Partai Nasdem yang tidak memungut sepeser pun mahar politik, bahkan kelengkapan administrasi sejak pendaftaran di bantu pengurusannya oleh tim yang sudah di bentuk.
- Para calon tidak di benarkan kampanye ke Dapil Pemilihannya, sehingga tidak ada transaksi dengan masyarakat pemilih.
- Dilarang memasang alat peraga dan atau membagikan kartu nama.
Untuk itu pola kampanye harus di revisi total, yang akan mengkampanyekan calon setiap hari kepada masyarakat pemilih pada masa kampanye adalah KPU secara berjenjang, kampanye dilakukan dengan memanfaatkan sarana media sosial, baik berupa facebook, instagram dan siaran TV. Dengan media sosial inilah KPU melakukan :
- Pengenalan rekam jejak, prestasi, riwayat hidup dan visi misi calon.
- Debat kandidat dengan mengacu kepada skenario yang telah disiapkan untuk menguji wawasan, intelektual, kematangan kepribadian, visi dan nasionalisme calon.
Agar program ini terwujud, maka KPU harus membangun stasiun TV sendiri, pada tahun 2024 sudah tergelar minimal pada masing-masing KPU, baik di pusat, Propinsi Dan Kabupaten/Kota.