JUMLAH penduduk Provinsi Sumatera Utara sebanyak 12.986.000 jiwa. Di pusaran angka tersebut, terdapat sejumlah etnis yang memposisikan statusnya sebagai kontributor penguatan perolehan suara bagi pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara nomor urut 1 Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah dan nomor urut 2 Djarot Saiful Hidayat – Sihar Sitorus.
Etnis yang masuk dalam pusaran angka tersebut, adalah etnis Batak (5.786.000 jiwa), Jawa (4.320.000), Nias (912.000), Melayu (772.000), Cina (340.000), Minangkabau (333.000), Aceh (133.000), Banjar (125.000) dan Banten (47.000).
Kedua pasangan calon tersebut, secara personal mau pun melalui tim pemenangan serta para relawan, dipastikan sudah, sedang dan akan menunjukkan kemampuan masing-masing dalam meyakinkan warga Sumatera Utara untuk menetapkan hak pilihnya dan memenangkan salah satu dari kedua calon ini untuk dapat duduk di kursi Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara periode 2018 – 2023.
Memperhatikan komposisi keetnisan, pasangan Djarot Saiful Hidayat – Sihar Sitorus, keduanya merupakan perpaduan etnis Jawa (4.320.000 jiwa) dan Batak (5.786.000 jiwa, yang di dalamnya ada Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Mandailing dstnya).
Kemudian pasangan Edy Rahmyadi – Musa Rajekshah, keduanya kental pada etnis Melayu (772.000 jiwa) dan Aceh (133.000 jiwa).
Walau perpaduan etnis, tidaklah menjadi jaminan atau pun kepastian bahwa para pemilih akan menjatuhkan pilihannya terhadap salah satu pasangan calon tersebut, setidaknya pusaran banyaknya jumlah jiwa yang ada, dapat dijadikan modal awal.
Pemetaan ini menjadi sangat penting, karena berdampak pada kemampuan jelajah dari tim pemenangan maupun relawan dalam menggarap perolehan suara yang ada di kantong-kantong etnis lainnya, yakni Nias (912.000 jiwa), Cina (340.000), Minangkabau (333.000), Banjar (125.000) dan Banten (47.000).
Mengacu pada data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara pada Pemilihan Presiden Tahun 2014 jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 9.902.948 jiwa yang tersebar di 33 kabupaten/kota. Jika pun terjadi perubahan, jumlah DPT ini, tidak mengalami kenaikan signifikan. Jumlah DPT di Sumut itu tersebar di 27.378 tempat pemungutan suara (TPS) di 6.017 desa/kelurahan yang ada di Sumut.
Dengan dua pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur saja yang bertarung dalam Pilgubsu 2018, akan semakin tinggi persaingan dalam penggarapan calon pemilih yang punya hak suara.
Tim pemenangan di kedua kubu calon Gubsu/Wagubsu, baik mesin partai maupun para relawan, akan kerja keras. Karena, pusaran jumlah jiwa yang ada itulah, yang dijadikan sebagai alat ukur kemampuan para tim pemenangan maupun relawan dalam menggugah para calon pemilih untuk menentukan pilihan, apakah kepada Djarot Saiful Hidayat – Sihar Sitorus atau Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah.
Kedua pasangan calon ini—yang berada di pusaran 12.986.000 jiwa penduduk Sumatera Utara—di samping berkeyakinan pada diri sendiri, yang memiliki nilai jual tinggi, juga sangat ketergantungan pada mesin politik partai pengusung maupun pendukung, serta kerja keras para relawan.
Pusaran angka 12.986.000 jiwa, bukanlah sekadar angka. Pusaran angka itu, perlu sentuhan program kerja yang berkeadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pusaran angka tersebut adalah kunci penentu, menang tidaknya pasangan calon dalam pertarungan Pilgubsu 2018.
Semisalnya, satu dari dua pasangan calon Gubsu itu menyatakan, dirinya menjadikan Sumut yang mudah dan transparan, perlu disampaikan penjabaran yang lugas dan gampang dicerna alur pikir para calon pemilih. Karena, sudah sangat mendarah daging bahwa Sumut sangat identik dengan Semua Urusan Memakai Uang Tunai. Bagaimana caranya merubah Semua Urusan Memakai Uang Tunai, menjadi Sumut Mudah dan Transparan?
Kemudian, jika satu dari pasangan calon Gubsu itu menyatakan, ingin menjadikan Sumut yang bermartabat, maka hal ini patut dipaparkan secara gamblang, sebab dalam kurun waktu yang demikian panjang, Sumut pernah dipimpin orang yang tidak bermartabat karena terlibat tindak pidana korupsi dan dipenjarakan. Setidaknya, kemartabatan yang bagaimana yang ingin ditawarkan dan bagaimana menjaga kemartabatan itu.
Yang lebih penting, pada pusaran angka jumlah jiwa penduduk Sumut ini, kedua pasangan calon Gubsu/Wagubsu harus berani menandatangani kontrak politik berketuhanan. Yang benar-benar akan dilaksanakan, dikerjakan dan diwujudkan karena kemampuan memimimpin adalah amanah dari Tuhan. Artinya, tidak hanya sebatas kontrak politik di atas kertas, ketika sudah terpilih, kertas itu disobek-sobek dan janji pun diingkari.
Kita berharap, para pasangan calon Gubsu/Wagubsu, yang ingin mencapai tujuan, duduk di kursi Sumut 1 dan Sumut 2, tidak menghalalkan berbagai cara dan dengan tega menginjak-injak pundak para pemilih.
Duduklah di kursi Sumut 1 dan Sumut 2 dengan mental takut akan Tuhan, dan berkomitmen mewujudkan Pemprov Sumut yang bersih, mudah dan transparan dengan lebih dulu membersihkan diri masing-masing dari “kudis-kudis” birokrasi mau pun “kudis-kudis” politik. Karena para calon pemilih di pusaran etnis, tidak ingin terperangkap lagi pada suasana konyol, dimana suara sudah diberikan kepada calon, kemudian pada sesi lainnya, si calon berurusan dengan hukum dan kemudian dipenjarakan.
Jika para calon Gubsu/Wagubsu ingin mendapatkan kedaulatan dari rakyat, idealnya lebih dululah para calon Gubsu/Wagubsu mendaulatkan suara rakyat adalah suara Tuhan. Semoga! (*)