ABRAHAM Lincoln berpendapat, bahwa demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Intinya, rakyatlah yang berdaulat (Punya kuasa) Daulat rakyat ditunjukkan dalam bentuk Partisipasi mereka.
Salah satu bentuk partisipasi rakyat adalah pelibatan mereka pada hajatan pemilu kemarin yang baru saja selesai di bulan April Tahun 2019.
Di fase ini yang digelorakan adalah Let’s Vote (Ayo Memilih), mendorong rakyat untuk menggunakan kedaulatannya dengan cara memilih pemimpin atau wakilnya yang akan diserahi mandat untuk mengelola dan menyuarakan Aspirasinya.
Dan di fase ini pula, rakyat bisa memberi hukuman kepada pemimpin atau wakil rakyat dengan cara tidak memilih kembali petahana karena dianggap kinerjanya lima tahun yang lalu dianggap buruk.
Secara bertahap, mulai bulan Agustus ini masih segar dalam ingatan kita. Pasca keluarnya putusan MK, mereka yang terpilih ada berkisar 50 orang anggota DPRD Kabupaten Simalungun dari berbagai partai politik baru saja ditetapkan oleh KPU Simalungun Rabu 14 Agustus 2019. Dan tinggal menunggu proses dilantik.
Dengan demikian kontestasi dan hingar bingar di Tanoh Habonaron Do Bona telah berakhir. Tapi siklus demokrasi tidak berhenti sampai di sini.
Ayo Bersuara Menyalurkan Aspirasi
Fase yang kedua intinya tetap melibatkan rakyat. Hanya saja kebijakan diambil oleh wakil rakyat yang duduk di pemerintahan, salah satu ruang partisipasi yang tersedia adalah Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang).
Maka Fase ini lahirlah Slogan Let’s Voice “Ayo bersuara” (menyalurkan aspirasi) agar kebijakan berpihak kepada rakyat dan bukan untuk kepentingan segelintir elite.
Bisa juga melui media massa dan aksi massa damai di gedung dewan serta memberikan pendidikan politik dll, agar terjadi keadilan dan pemerataan dan menutup peluang untuk melakukan penyelewengan artinya Pro Rakyat.
Titik krusial Let’s voice adalah seberapa kuat masyarakat sipil merawat nafas panjang untuk menyuarakan aspirasi terhadap kinerja dan kebijakan yang diambil oleh wakil rakyat baik di lembaga eksekutif maupun legislatif. (*)
Penulis: Razak Siregar, mantan Komisioner KPU Simalungun periode 2013-2018, Koordinantor Daerah Jaringan Masyarakat Demokrasi (JADI) Simalungun.