DALAM sebuah negara demokratis, Pemilu menjadi pintu bahkan kunci terwujudnya kedaulatan rakyat. Tidak akan ada kedaulatan rakyat tanpa melalui Pemilu yang demokratis.
Pemilu merupakan ciri utama negara demokrasi. Pemilu menjadi instrumen dan mekanisme keterlibatan rakyat untuk ikut serta menentukan pemimpin dan arah pemerintahan suatu daerah atau negara pada periode tertentu.
Demokrasi diartikan sebagai bentuk dan sistem pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Melalui Pemilu yang demokratis, rakyat terlibat aktif dan menjadi penentu terpilihnya kepala pemerintahan dan wakil rakyat berdasarkan tata nilai yang berlaku.
Partisipasi rakyat dalam Pemilu merupakan perwujudan keikutsertaan rakyat dalam pembentukan pemerintahan dan jalanannya pembangunan di semua tingkatan.
Kita memang pantas berbangga, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di bawah India dan Amerika Serikat. Sejak tahun 1955, Indonesia telah menyelenggarakan Pemilu sebanyak 11 kali.
Sebuah jumlah yang terbilang banyak dan pengalaman penyelenggaraan Pemilu yang cukup panjang. Namun demikian, Pemilu yang teratur dan terus-menerus saja tidak cukup untuk menghasilkan pemimpin dan pemerintahan yang benar-benar menedekati kehendak rakyat.
JAUH DARI HARAPAN
TUJUAN diselenggarakannya Pemilu adalah untuk memilih kepala pemerintahan dan wakil rakyat baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka membentuk sistem pemerintahan yang demokratis dan kuat untuk mewujudkan tujuan nasional.
Tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi negara, tanah air, dan seluruh rakyat, serta turut berperan aktif menjaga perdamaian dunia. Selain itu, cita-cita dibentuknya sistem pemerintahan melalui Pemilu itu adalah untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa, yakni masyarakat yang adil, makmur, bahagia, dan bermartabat.
Banyak kalangan menyebut Pemilu tahun 1955 sebagai Pemilu yang ideal dan paling demokratis sejak Indonesia merdeka. Pemilu yang diselenggarakan pada 29 September 1955 itu diikuti oleh 30 partai politik.
Idialitas yang dibangun berdasarkan kebebasan dan pluralitas kontestan Pemilu, serta netralitas birokrasi dan militer sangat kuat pada Pemilu 1955.
Di tengah persaingan ideologi yang sangat tajam kala itu, namun pada Pemilu 1955 tidak terjadi kerusuhan atau bentrok massa. Di samping itu, semua partai politik terwakili dalam badan penyelenggara Pemilu.
Inilah barangkali yang menyebabkan besarnya kepercayaan antara peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu, serta tingginya antusiasme dan partisipasi rakyat sebagai pemilih. Lebih dari itu, para pemimpin yang dihasilkannya pun dinilai mendekati kehendak rakyat.