SimadaNews.com-Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Wilayah Tano Batak, Roganda Simanjuntak, meminta pihak berwenang mengusut tuntas tindakan kekerasan yang dialami salah seorang anak dan dua anggota masyarakat Adat Lamtoras yang dilakikan pihak TPL di Nagori Sihaporas, Kabupaten Simalungun.
Permintaan itu disampaikan Roganda Simannjuntak, melalui siaran pers yang dikirimnya kepada sejumlah media.
Dalam siaran pers itu, Roganda menceritakan, bahwa pada Senin 16 September 2019 tepatnya pukul 08.15 Masyarakat Adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, melakukan penanaman benih jagung secara gotong royong di wilayah adat Sihaporas.
Wilayah adat tersebut telah turun temurun dikuasai oleh leluhur mereka sampai ke generasi saat ini. Disaat masyarakat sedang beraktifitas menanam jagung, tiba-tiba pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) dikomandoi Humas TPL Sektor Aek Nauli (BS) menghampiri mereka dan melarang untuk menanam benih jagung.
Kemudian merampas paksa cangkul serta berlanjut memukul warga dan mengenai Mario Ambarita (Balita usia 3 tahun) yang sedang digendong orangtuanya yang sedang mendapat pukulan. Oleh warga lain berusaha menyelamatkan anak yang sudah terkapar juga ayahnya akibat terkena pukulan.
Oleh warga pun segera melarikan anak balita tersebut untuk mendapatkan pertolongan ke Peskesmas Sidamanik. Demikian juga dengan ayahnya dan seorang warga lainnya.
Karena tindakan represif dari pihak PT TPL yang sudah berulang terhadap warga. Oleh warga pun mengadukan tindakan Humas PT TPL tersebut ke Polisi Sektor (Polsek) Sidamanik. Tetapi oleh Polsek Sidamanik menyarankan untuk membuat pengaduan langsung ke Mapolres Simalungun.
Roganda menerangkan, sejak kehadiran PT Indorayon yang sekarang berganti nama menjadi PT TPL, di wilayah adat Sihaporas, selalu, membawa petaka bagi warga. Mulai dari pencemaran melalui pestisida kimia untuk merawat eucalyptus kemudian merembes ke sumber air bersih yang digunakan sehari-hari.
Selain iut, ada perusakan tanaman pertanian warga juga hutan adat Sihaporas yang selama ini mereka lestarikan. Bahkan pada Tahun 2003 tiga orang warga dikriminalisasi, sehingga dua warga atas nama Mangitua Ambarita dan Parulian Ambarita mendekam di penjara selama dua tahun atas tuduhan merusak dan menduduki hutan negara/konsesi PT TPL.
Pada Oktober 2018 silam juga aktivitas PT. TPL telah mencemari sungai dan sumber minum masyarakat Sihaporas yang membuat masyarakat terancam untuk mengomsumsi air bersih dan Ihan-Ihan Batak yang keberadaan kini langka banyak yang mati mengambang di Sepanjang Sungai yang ada di Sihaporas.
Ihan Batak sendiri bagi masyarakat adat Sihaporas memiliki nilai filosofi yang tinggi dan juga dipergunakan untuk keperluaan Ritual Adat yang masih terus dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat adat Sihaporas secara turun temurun.
“Beberapa kali masyarakat adat Sihaporas mengadukan hal ini kepada Pihak Kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Simalungun, namun tidak pernah direspon serius oleh instansi terkait,” ujar Roganda.
Atas kondisi itu, lanjut Roganda, AMAN Wilayah Tano Batak mendesak pihak Kepolisian untuk serius mengusut tindakan kekerasan yang dilakukan pihak TPL terhadap anak balita dan dua orang warga lainnya.
Roganda juga menegaskan, bahwa Masyarakat Adat Sihaporas yang tergabung dalam Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) masih terus berjuang mempertahankan ruang hidupnya yang dititipkan leluhur Sihaporas Ompu Mamontang Laut Ambarita untuk kesejahteraan keturunannya dan kelestarian wilayah adat yang didalamnya terdapat hutan adat, pemukiman, lahan pertanian, kolam ikan, tempat sakral bagi warga.
“Kami mendesak pihak PT TPL untuk segera menghentikan aktifitasnya di wilayah adat Sihaporas, karena telah merampas ruang hidup warga, merusak hutan adat karena aktifitas perluasan areal kerja dan aktifitas perawatan tanamannya mencemari mata air, sungai,” tegasnya.
Roganda menambahkan, karena sudah berulangkali mengajukan ke pihak KLHK dan Pemkab Simalungun untuk segera mengeluarkan wilayah adat dari hutan negara/konsesi PT TPL, pihaknya juga mendesak pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengeluarkan wilayah adat Sihaporas seluas 2049,86 hektar dari klaim hutan negara/konsesi PT TPL. (snc)
Editor: Hermanto Sipayung