SimadaNews.com-Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melalui Bidang Politik, Hukum dan HAM menyebut disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang merupakan tanda bahwa tahapan Pemilu bakal digelar sesuai jadwal.
Komitmen Pemerintah dan DPR RI melalui Komisi II ini bagi PB PMII dipandang perlu memperhatikan 4 hal krusial yang harus dikawal secara seksama.
PB PMII berharap UU Pemilu ini bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya, sehingga pesta demokrasi berjalan lancer tanpa adanya hambatan.
“Pengesahan Perppu Pemilu menjadi Undang-Undang Pemilu merupakan komitmen Pemerintah dan DPR RI melalui Komisi II dalam memberikan kepastian Pemilu. Penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu diharapkan agar menerjemahkan dalam perangkat teknis prosedural, tanpa mendesain agenda tambahan diluar kewenangannya,” jelas Wasekjen PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM, Hasni di Jakarta.
Menurut Hasnu yang juga Koordinator Nasional Pemantau Pemilu PB PMII itu, dalam pantauan PB PMII bahwa dorongan Perppu Pemilu ini menjadi satu keharusan agar memberikan kepastian hukum terhadal pelaksaan Pemilu bagi sejumlah pihak baik Peserta Pemilu (Partai Politik),
Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP), Pemerintah (Kemenkopolhukam dan Kemendagri), dan Pemilih (Rakyat/Konstituen).
Hasnu mengatakan, Perppu Pemilu mengapa kemudian disahkan menjadi UU Pemilu sesungguhnya agar memberikan kepastian hukum bagi wilayah otonomi baru (DOB) baik dari aspek hak pilih, penentuan daerah pemilihan (dapil) dan wilayah administrative (teritori) daftar calon pemilih.
Mencermati hal tersebut, jelas Hasnu, PB PMII melalui Bidang Politik, Hukum dan HAM menyampaikan 4 catatan krusial dalam implementasi Perppu Pemilu yang telah disahkan menjadi Undang-undang Pemilu sebagai berikut:
Pertama, Hak pilih. PB PMII mendesak pemerintah dan penyelenggara agar memastikan adanya perubahan administrasi di DOB tidak mengurangi sedikit pun hak pilih warga negara yang telah memenuhi syarat. Hal ini karena terdaftarnya sebagai pemilih dan penggunaan hak pilih pada hari pemungutan suara mensyaratkan adanya KTP elektronik, sementara perubahan administrasi kependudukan belum sepenuhnya ditindaklanjuti melalui perubahan administrasi pemilihan.
Kedua, perlunya percepatan penyesuaian KTP elektronik di wilayah DOB. Karena saat ini basis pemilihan adalah menggunakan KTP elektronik, sementara adanya DOB berpengaruh kepada administrasi kependudukan yang mensyaratkan penyesuaian KTP elektronik, maka PB PMII menegaskan agar Kemendagri segera mengintruksikan kepada seluruh dinas kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) agar segera mempercepat proses perekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi setiap warga di wilayah DOB, umumnya di Indonesia agar kemudian dapat memperlancar kerja-kerja KPU dalam menyusun Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan mempermudah kerja-kerja pengawasan oleh Bawaslu di setiap level guna mengawal hak pilih warga, pengawasan tahapan pemilu dan transparansi pemilu.
Ketiga, netralitas Penyelenggara. PB PMII menegaskan agar KPU, Bawaslu dan DKPP netral dalam setiap tahapan Pemilu. Akhir-akhir ini terutama KPU banyak terseret sejumlah persoalan yang memilukan nurani publik dan berdampak defisit kinerja. Sebab, sisi prosedur dan teknis pelaksanaan pemilu merupakan kewenangan KPU dan kerja-kerja pengawasan setiap tahapan tersebut adalah mutlak tugas Bawaslu.
Keempat Netralitas Pemerintah. PB PMII menyampaikan bahwa Pemerintah seperti Kemendagri, Kemenkopolhukam, TNI, Polri dan BIN agar netral dalam Pemilu 2024. Netralitas Negara (Pemerintah) menjadi kata kunci penting dalam proses konsolidasi demokrasi menjadi negara demokratis di tengah persepsi global dan public bahwa demokrasi Indonesia telah mengarah kepada demokrasi oligarkis, demokrasi catat dan demokrasi prosesdural. (rel/snc)