POLITIK berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis, yang berarti negara. Dalam arti luas, politik adalah suatu aktivitas yang dirancang, dipelihara, dan digunakan untuk menegakkan peraturan yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
Politik di Indonesia sangat sulit untuk ditebak. Mengapa? Karena sistem politik Indonesia hingga kini masih banyak dipengaruhi oleh praktik money politics (politik uang).
Kondisi ini tentu merusak sistem demokrasi Indonesia, padahal demokrasi yang ideal adalah demokrasi yang jujur dan adil.
Aristoteles pernah menyatakan bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Namun sayangnya, tidak semua yang terjun ke dunia politik benar-benar menyadari tugas dan tanggung jawab mereka.
Hal ini menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat: hukum apa yang layak diberikan kepada mereka yang tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta melanggar aturan yang berlaku? Apakah partai politik juga harus diberikan sanksi? Atau justru akan dilindungi?
Di Indonesia, setiap warga negara memiliki hak untuk memilih dan dipilih, termasuk perempuan.
Jika kita menengok sejarah perempuan Indonesia di masa lalu, kita akan melihat bagaimana terbatasnya peran perempuan kala itu.
Perempuan dilarang keras untuk menempuh pendidikan, tidak boleh bekerja di luar rumah, serta tidak diperkenankan menduduki jabatan penting dalam masyarakat.
Hal ini karena pada masa itu masyarakat berpandangan bahwa perempuan hanya berperan dalam urusan domestik.
Namun, seiring perkembangan zaman, pandangan tersebut mulai berubah. Perjuangan emansipasi perempuan dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Raden Dewi Sartika dan Raden Ajeng Kartini.
Keduanya memperjuangkan hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan. Kartini mewariskan pemikirannya melalui tulisan dan surat-surat yang kemudian dibukukan, sementara Dewi Sartika mendirikan sekolah untuk perempuan pada tahun 1902 sebagai wujud nyata perjuangannya.
Kini, perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan, bekerja, bahkan terlibat dalam dunia politik.
Pada tahun 1927, dibentuklah Perhimpunan Istri Sedar yang diresmikan pada 22 Maret 1930. Organisasi ini muncul sebagai respons terhadap ketidakadilan yang dialami perempuan Indonesia, terutama dalam hal relasi sosial dan hak politik.
Perhimpunan ini berpandangan bahwa perjuangan perempuan tidak hanya berhenti pada kesejahteraan rumah tangga, tetapi juga harus merambah ke bidang politik demi memajukan negara secara menyeluruh. (*)
Penulis adalah Albernatalis Giawa