Ajaran Faham Radikal di Sekolah Menengah
Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa paham radikal yang menganggap pemahamannya paling benar telah menyusup ke sekolah menengah melalui guru.
“Saya mengalami sendiri. Putri saya sekolah di sebuah sekolah yang bagus, elite, cukup mahal di Jakarta selatan. Ada satu atau dua gurunya yang kalau mengajar suka menyisipkan pesan-pesan ajaran salafi, yang berpikir hitam putih, atau mengajarkan paham-paham yang kelihatan proradikalisme untuk mengubah keadaan,” kata Azyumardi. “Cuma, saya tidak tahu berapa banyak murid yang bisa terpengaruh,” katanya.
Penyebaran Radikalisme di Kampus
Sri Lestari seorang Wartawan BBC, dalam tulisannya padat 22 Mei 2016 mengemukakan bahwa gerakan yang mendukung sistem pemerintahan Islam khilafah menguat di kampus-kampus pascareformasi yang antara lain dilakukan oleh ormas Hizbut Thahrir Indonesia, HTI, yang berniat mendirikan negara Islam.
Di kalangan mahasiswa terdapat selebaran yang merupakan kajian Sirah Nabawiyah, kajian rutin dilakukan setiap Kamis, di bawah selebaran terdapat tulisan yang menyebut demokrasi yang merusak, dan kembali ke khilafah, beberapa orang mahasiswa yang rutin mengikuti kajian, mereka mengatakan sistem pemerintahan Islam atau khilafah itu yang paling tepat saat ini untuk menggantikan demokrasi.
BNPT beberapa waktu lalu menyebutkan, sebanyak tujuh kampus ternama yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Insitut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB) terpapar radikalisme. “Saya melihat tidak hanya tujuh kampus itu saja yang terpapar, potensinya besar,” kata Nasir, di Jakarta, Kamis, 31 Mei 2018.
Berdasarkan penelitian BNPT yang di sampaikan oleh Budi Gunawan pada Kongres IV BEM PTNU se-Nusantara di Semarang, seperti di kutip Antara pada Sabtu (28/4), diketahui bahwa terdapat peningkatan paham konservatif keagamaan dikalangan mahasiswa, dari penelitian diperoleh data 24 persen mahasiswa, bahkan 23,3 persen pelajar SMA setuju dengan jihad demi tegaknya negara Islam.
Hasil Survei LaKIP
Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin oleh Prof Dr Bambang Pranowo, yang juga guru besar sosiologi Islam di UIN Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50 persen pelajar setuju tindakan radikal.
Data itu menyebutkan 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia.
Jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3 persen siswa dan 14,2 persen membenarkan serangan bom.
Melemahnya Nilai Pancasila di Sekolah
Peneliti Maarif Institute, Abdullah Darraz, mengatakan melemahnya nilai Pancasila dan kebangsaan di sekolah berbanding lurus dengan maraknya radikalisme itu.
Ada sekolah yang permisif membolehkan kelompok radikal masuk dengan mengatasnamakan bimbingan belajar dan konseling.
Menurut Darraz yang melakukan penelitian di Garut Jawa Barat, lingkungan keluarga juga berpengaruh karena sering kali orang tua membiarkan anak-anaknya mengikuti kelompok radikal, dengan alasan daripada anaknya terlibat tawuran atau narkoba
Peneliti LIPI Anas Saidi mengatakan dalam diskusi Kamis 18 Pebruari 2018, bahwa Kalangan anak muda Indonesia makin mengalami radikalisasi secara ideologis dan makin tak toleran, sementara perguruan tinggi banyak dikuasai oleh kelompok garis keras, paham radikalisme ini terjadi karena proses Islamisasi yang dilakukan di kalangan anak muda ini berlangsung secara tertutup, dan cenderung tidak terbuka pada pandangan Islam lainnya, apalagi yang berbeda keyakinannya.
Meluasnya ideologi radikal di kalangan anak muda harus diwaspadai dan dapat lebih berbahaya dibandingkan terorisme. Pelaku teror hanya bagian kecil saja dari suatu kelompok radikal, dan hanya sebagian kecil dari bahaya yang mengancam negara dan masyarakat Indonesia. Jika pemahaman ini dibiarkan akan sangat menghawatirkan bisa menyebabkan disintegrasi bangsa karena mereka menganggap ideologi pancasila tidak lagi penting.