SIDANG perkara kelalaian Bank Syariah terhadap perlindungan kerahasiaan data nasabah digelar di Pengadilan Nengeri Yogya pada 13 Agustus 2019 lalu.
Dalam sidang perdana ini, terungkap beberapa fakta-fakta menarik yang semakin menggugah hati kita untuk mempertanyakan “Kesyariahan Bank Syariah di negeri ini khususnya BRI Syariah”.
Adapun dari fakta-fakta persidangan tersebut yang dapat dicatat adalah. Sidang hanya dihadiri dua orang kuasa hukum penggugat, yaitu Dipl.Ing. Charles HM Siahaan SH dan Wahyu Sasmitoaji SH dan seorang karyawan selaku Kuasa Hukum Pihak BRI Syariah (Pihak Tergugat).
Sidang tersebut juga dihadiri saksi Korban, yaitu ibu Formanensy Siahaan yang duduk di kursi belakang ruang sidang Perdata Nomor 81/Pdt.G/ 2019/PNYyk, dengan majelis hakimnya masing-masing Nuryanto SH MH (Ketua), Tri Riswanti SH M Hum (Anggota), dan Wiyanto SH MH (Anggota), dibantu seorang panitera Dian Unami, SH MH.
Majelis hakim menegaskan, bahwa pihak Bank Indonesia (BI) selaku Tergugat dan OJK (Turut Tergugat) sekalipun relas panggilan sidang sudah diterima dengan patut, tidak hadir dalam sidang 13 Agustus 2019 sebagaimana mestinya, dengan tanpa ada konfirmasi apapun.
Jika kedua institusi besar ini pada sidang selanjutnya tidak hadir juga, dapat disimpulkan, semua dalil tuntutan pihak Penggugat (Ibu Formanensy Siahaan) diterima tanpa bantahan.
Paling tidak, ketidakhadiran tersebut kelak dapat menunjukkan tingkat penghormatan (etika) institusi negara ini terhadap lembaga peradilan.
Dalam persidangan perdata ini, telah tegas dinyatakan oleh majelis hakim bahwa “Nama Zusron Hanief” (Turut Tergugat) menurut warga sekitar di alamat tinggal yg terdaftar di BRI Syariah, tidak dikenal.
Ketua RT Maupun RW juga tidak mengenalnya sama sekali, sehingga relas panggilan sidang disampaikan kepada Lurah setempat.
Artinya sejak awal pihak BRI Syariah tidak tunduk pada azas kehati-hatian, ketelitian dan kepatutan memberikan pinjaman senilai Rp1 miliar lebih kepada nasabah yang tidak jelas keberadaannya.
Uniknya, pinjaman yang diberikan BRI Syariah Yogya tersebut kepada Zusron Hanief pada gilirannya pembayaran cicilannya sama sekali tidak lancar sehingga dikategorikan “Call -5 (kredit macet).
Namunternyata pihak Bri Syariah justru menganggap nasabahnya yang lain, yaitu Saudari Formanensy Siahaan, selaku Penggugatlah yang menanggung pinjaman tersebut.
Data pinjaman beserta agunan saduara Zusron Hanief tercatat oleh Bank BRI Syariah ke dalam DIN Formanensy Siahaan.
Bahwa saudari Formanensy Siahaan sama sekali tidak pernah mendapat surat peringatan kredit macet, disisi lain, bagaimana dengan surat peringatan kepada sudara Zusron ? (Salah satu syarat lelang Agunan Kredit Macet ).
Diduga status Call-5 (kredit macet) pada catatan saudari Formanensy telah terjadi berbulan-bulan atau bertahun. Bagaimana pula status agunan (ruko di Klaten), dilelangkah?.
Menurut ketentuan Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia, dalam hal Eksekusi obyek agunan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagai peringatan kepada debiturnya. Dalam hal ini Zusron Hanief atau Formanensy Siahaan ? Disinilah letak menariknya persoalaan ini.
Peristiwa Data pribadi ibu Formanensy (DIN) tertulis/tercatat sebagai debitur atas data pinjaman (kredit) dan agunan saudara Zusron, merupakan kesalahan yang secara internal antara BI dan BRI Syariah, merupakan kesalahan dgn sanksi administratif, namun bagi publik (ibu Formanensy yang faktanya menjadi korban) patut diduga tindak pidana? Sebab menurut pasal 41 Undang-undang Perbankan Syariah, Bank BRI Syariah wajib menjaga kerahasiaan data pribadi nasabahnya.
Apabila mengabaikannya dapat diancaman pidana (ps 60 UU Perbankan Syariah) penjara 2 sampai 4 tahun dan denda sampai maksimal Rp8 miliar.
Sementara menurut catatan, Tidak ada aturan yang mewajibkan tiap nasabah calon debitur memeriksa ke BI tentang SID-nya sebelum upaya ajukan Kredit Perbankan (jasa keuangan)?
Menurut catatan juga diketahui, Zusron Hanief pernah menjadi terpidana pada kasus penggelapan peminjaman mobil yang diputus melalui sidang PN Sidoarjo pada Agustus 2015 lalu.
Akankah sidang PN Yogya kali ini mampu mengungkap dan memutuskan secara adil perkara yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini? Apalagi yang menjadi tergugat adalah pihak Bank BRI Syariah yang diamanatkan mampu menjadi bagian penting penyaluran dana masyarkat melalui prinsip-prinsip syariah bagi kaum menengah bawah guna membantu masyarakat dalam semangat menjadi pelaku-pelaku pertumbuhan ekonomi kerakyatan berbasis keumatan?. (*)
Penulis: Charles HM Siahaan SH, praktisi hukum juga Aktivis Gerakan Kebajikan Pancasila (GKP) dan Gerakan Daulat Desa (GDD).