JELANG pemilihan umum (Pemilu) serentak 2024, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi perhatian khusus Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Netralitas merupakan suatu asas yang mengatur penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN.
Bawaslu tahun 2020-2021 mencatat, sebanyak 2.034 ASN dilaporkan dan 1.596 (78,5%) di antaranya terbukti melanggar terkait netralitas ASN dan dijatuhkan sanksi. Di antara yang terbukti melakukan pelanggaran, 1.373 ASN (86%) telah ditindaklanjuti oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi.
Pengawasan jalannya Pemilu tidak hanya terkait netralitas ASN, tapi juga dapat diperluas yang berkaitan dengan politik anggaran, alokasi bansos, dan dana hibah.
Pemerintah daerah melalui anggaran dinas, seperti modalitas kepala daerah petahana untuk menang yang salah satunya menggunakan jalur strategis mobilisasi ASN dan perangkat dinas.
Harapan kita pada pelaksanaan Pemilu serentak 2024 ASN dapat menjaga integritas dan netralitas atau independensinya. Integritas dan independensi adalah mahkota ASN.
Oleh karena itu, netralitas tersebut jangan dipertaruhkan hanya karena kepentingan politik praktis tertentu.
Sebagai ASN, sebaiknya menjadikan pelayanan publik sebagai orientasi utama.
Dampak dari ketidak-netralan ASN dalam Pemilu dan Pemilukada sudah pernah terjadi pada masa lalu. Pada masa Orde Lama (1950-1965), jatuh bangunnya kabinet berdampak pada stabilitas kepegawaian.
Pada masa Orde Baru (1966-1997), ASN dijadikan alat politik untuk mempertahankan kekuasaan. Sedangkan pada Masa Reformasi ASN bisa jadi menjadi alat politik pemenangan Pemilu.
Dari catatan Bawaslu, terdapat lima kategori terbanyak pelanggaran netralitas ASN.
Pertama, kampanye atau sosialisasi media sosial (30,4%).
Kedua, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu calon atau bakal calon (22,4%).
Ketiga, melakukan foto bersama bakal calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan (12,6%).
Keempat, menghadiri deklarasi pasangan bakal calon atau calon peserta pemilu atau Pemilukada (10,9%).
Dan kelima, melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon atau bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah (5,6%).
Tantangan pengawasan netralitas ASN dalam Pemilu semakin kompleks terutama munculnya praktik birokrasi dalam dinamika politik.
Pada pelaksanaan Pemilu yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya upaya mobilisasi ASN. Selain itu, perlu adanya mitigasi Pemilu 2024 yang dasarnya adalah praktik politik partisan yang terjadi baik di kementerian maupun di lembaga, serta temuan di lapangan.
Salah satu bentuk ketidak-netralan ASN pada Pemilu, di antaranya mendaftarkan diri ke partai politik dengan tujuan menjadi bakal calon kepala daerah, menghadiri dan terlibat kegiatan partai politik atau bakal calon kepala daerah.
Di samping itu, tindakan yang menunjukkan perbuatan yang berpihak kepada salah satu bakal calon atau pasangan calon di media sosial termasuk memberi komentar dan menyukai unggahan dari media sosial peserta Pemilu.
Permasalahan Pemilu dan Pemilukada yang disebabkan oleh ketidak-netralan ASN membawa dampak meningkatnya intervensi politik dalam manajemen ASN.
Dengan adanya intervensi politik dalam manajemen kepegawaian, akan menyebabkan proses pengadaan, penempatan dan promosi pegawai tidak lagi didasarkan pada kompetensi dan kinerja.
Lebih dari itu, politisasi birokrasi tersebut menghambat upaya peningkatan kinerja pemerintah dan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik.
Tidak seperti TNI dan Polri, ASN lebih riskan dalam menyikapi Pemilu an Pemilukada. Sebab, ASN memiliki hak pilih. Sebagai perisai untuk menghindari dampak-dampak buruk akibat dari ketidak-netralan ASN dalam Pemilu dan pemilukada, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara jelas mengatur asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN. Pada pasal 2 undang-undang tersebut disebutkan, “Penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas”.
Pasal 4 menjelaskan bahwa salah satu nilai dasar ASN adalah “menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak”.
Pasal 5 lebih tegas menyatakan, “Kode etik dan kode perilaku ASN antara lain menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya”.
Perisai yang lain untuk netralitas ASN juga diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014. Pasal 9 ayat (2) disebutkan, “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Jika ditemukan adanya ASN yang melanggar perudang-undangan tersebut, pasal 87 ayat (4) undang-undang ini menyatakan, “Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan tidak hormat, karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik”.
Komitmen dan narasi positif antarlembaga pengawas Pemilu perlu dibangun menuju soliditas birokrasi untuk mewujudkan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dan netralitas ASN pada Pemilu.
Bawaslu wajib berkomitmen mengawasi netralitas ASN pada Pemilu serentak 2024. Sesuai dengsn moto Bawaslu, “Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”.
Oleh karena itu, Bawaslu dalam melakukan pengawasan netralitas ASN memerlukan partisipasi masyarakat. Jika masyarakat mengetahui ada pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu harus dilaporkan.
Selain itu, Bawaslu harus dapat mengidentifikasi dan memetakan potensi pelanggaran netralitas ASN di setiap tahapan.
Tidak lupa sosialisasi secara intens melalui kerja sama dengan instansi pemerintah, pimpinan lembaga, media cetak dan media elektronik.
Penguatan kolaborasi Bawaslu, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), instansi pemerintah, dan pimpinan lembaga diharapkan dapat mewujudkan ASN yang netral, bebas intervensi politik dan konflik kepentingan, professional, adil dan tetap memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Oleh karena itu, ASN harus konsisten untuk tetap mengedepankan netralitas dan tidak memihak. Namun demikian, ASN harus tetap menjalankan kewajibannya menggunakan hak pilih pada Pemilu dan Pemilukada yang sudah tidak lama lagi akan diadakan. (*)
Penulis adalah Komisioner Panwaslu Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten