Dua tahun yang lalu, pemerintah mengajukan revisi Undang-undang No.15 Tahun 2013, dan mengajukan RUU tentang Terorisme ke DPR untuk dibahas bersama. Dibentuklah Pansus dengan Ketua Pansusnya adalah Muhammad Raden Syafii dipanggil akrab Romo salah satu anggota Komisi III DPR dari fraksi Gerindra. (Kebetulan Romo adalah Ketua Umum PP IKA USU dan saya adalah Ketua Hariannya).
Ternayata pembahasannya berlarut- larut dan memberi kesan seolah-olah DPR yang menunda RUU tersebut. Bayangkan RUU 2 tahun tidak clear. Saya sudah mendapatkan banyak informasi dari Romo kenapa RUU tersebut tidak selesai selama dua tahun. Tetapi saya tidak ingin mengungkapkannya. Bak pepatah melayu “ biarlah pecah di perut asalkan jangan pecah di mulut”.
Ledakan bom bunh diri di Surabaya, di tiga tempat Gereja dan Mapolres yang menyebabkan korban jiwa belasan orang beberapa waktu yang lalu, menyebabkan Presiden Jokowi jengkel dan sewot karena tidak clearnya RUU Terorisme yang diharapkan sebagai payung hukum upaya pencegahan.
Entah apa yang dilaporkan Kapolri dan menko Polhukam kepada Presiden, maka keluarlah perintah Presiden kepadas DPR agar segera menuntaskan RUU Terorisme, kalau tidak saya akan terbitkan Perppu.
Ketua Pansus DPR tersengat. Beredarlah di video penjelasan beliau tentang duduk persoalan kenapa lelet menyelesaikan RUU tersebut. Ternyata persoalannya ada di Panja Pemerintah yang ketuanya Menkumham. Beredar di medsos surat Kemenkumham ke DPR untuk meminta menunda pembahasan berkali-kali dengan alasan pihak Pemerintah belum satu pendapat, terutama soal definisi Terorisme.
Bagi Pemerintah khususnya yang duduk dalam Panja Pemerintah, merupakan sodokan dari dua sisi. Dari Presiden dan dari DPR. Apakah Panja Pemerintah tidak melaporkan kepada Presiden tentang belum satu bahasanya unsur pemerintah tentang beberapa pasal khususnya definisi Terorisme. Atau memang strategi Presiden melemparkan “move” Perppru ke Pansus DPR dan sudah diduga oleh Presiden, bola panas akan dilemparkan lagi oleh Pansus ke Panja Pemerintah?.
Semua itu dapat kita baca di media sosial dan media cetak. Bagaimana tarik-tarikan kepentingan dalam RUU Terorisme oleh berbagai stakeholder sudah sangat kuat dan selesai dengan terjadinya bom bunuh diri di Surabaya yang merengut jiwa. Sungguh memilukan.