SimadaNews.com-Situasi demokrasi dan potensi jasa konstruksi nasional, sangat berhubungan erat dengan dunia informasi dan teknologi (IT). Untuk itu, para pemangku kebijakan juga pelaku jasa kontruksi harus bersama-sama mendorong terciptanya iklim yang sehat dan professional.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Nasional (Askonas) Rahmatullah, saat memberikan sambutan pada pelantikan pengurus DPC Askonas Bondowoso di Hotel Ijen View, Senin (10/12).
Rahmatullah menyebutkan, jika industri jasa konstruksi di satu daerah sehat maka akan menggerakkan sektor perekonomian lain, membuka lapangan kerja dan membuat daerah itu semakin kuat dengan sendirinya.
Dia menuturkan, industri jasa konstruksi saat ini dan ke depan, akan semakin terkait dengan sektor lainnya, khususnya IT, sehingga sistem ke depan akan semakin transparan, jujur, adil dan profesional.
Maka hendaknya regulasi dipersiapkan sejak hari ini menyongsong era global tersebut agar SDM tidak kalah, tertinggal dan kehilangan banyak peluang.
“Kita harus memahami kondisi peluang maupun kekurangan yang harus dibenahi, terkait persiapan menuju era pasar bebas nanti. Pemerintah daerah harus memiliki pemahaman dan kecerdasan terkait aspek regulasi,” ujarnya.
“Hidup dan matinya suatu sector, tergantung seberapa jauh kita memahami aspek regulasi dan persaingan di era global akan semakin profesional dan transparan. Jika regulasi tidak mampu meresponsnya, kita akan ketinggalan dan kehilangan banyak sekali peluang. Jadi kita meminta, Pemkab Bondowoso mendorong kontraktor setempat agar ke depannya menjadi kontraktor-kontraktor yang kuat dan profesional sehingga mampu bersaing di era pasar bebas nanti,” pungkasnya lagi.
Pada kesempatan itu, Rahmatullah juga mengungkapkan peta jasa konstruksi nasional, peluang dan berbagai persoalan di dalamnya terkait dengan era Pasar Bebas 2020 nanti.
Menurutnya, pasar jasa konstruksi Indonesia saat ini merupakan yang terbesar di Asean dan peringkat empat di dunia setelah Tiongkok, Jepang dan India. Posisi indonesia yang berada di puncak untuk wilayah Asean itu telah menggeser posisi Malaysia bahkan Singapura.
Namun dibalik peluang besar di bidang jasa konstruksi itu, lanjut Rahmatullah, masih terdapat pekerjaan rumah yang harus diperhatikan secara serius.
“Pertama adalah rasio jumlah insinyur dalam per 1 juta penduduk, kita masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, bahkan Vietnam. Kemudian yang kedua adalah jumlah Badan Usaha jasa konstruksi,” ucapnya.
Dia menerangkan, badan usaha jasa konstruksi saat ini ada sekitar 167 ribu, namun sekitar 82 persen adalah pelaku jasa konstruksi skala kecil, K1, K2 dan K3. Sedangkan 18 persen skala menengah dan besar.
Ironisnya, 80 persen pasar jasa konstruksi dikuasai pelaku jasa konstruksi berskala menengah-besar. Sementara sisanya, 20 persen diperebutkan kontraktor kecil.
“Peran aktif pemerintah daerah sangat penting, mendorong dengan regulasi dan kebijakan khususnya di Kabupaten Bondowoso, supaya mampu melahirkan kontraktor-kontraktor yang kuat dan profesional nantinya, sehingga ketimpangan atau gap antara kontraktor kecil dan besar tidak terlalu jauh,” minta Rahmatullah.
Dia berharap, para kontraktor di daerah juga semakin meningkatkan SDM dan kemampuan guna menghadapi era pasar bebas.
“Kalau kita menjadi kontraktor standard dan kualitas kabupaten, siap-siap nanti tiga tahun gulung tikar dan tak bisa lagi menjadi kontraktor. Sebab 2020, kita sudah memasuki Free Trade Area yang menjadi kesepakatan seluruh dunia. Jika tidak siap karena tidak meningkatkan profesionalisme, tentu akan kalah bersaing dengan kontraktor luar yang semakin hari semakin profesional,” sebutnya.
Rahmatullah menambahkan, pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab mendorong agar kontraktor di daerah menjadi semakin kuat dan profesional dengan menciptakan iklim persaingan yang transparan dan benar-benar profesional, serta meninggalkan cara-cara KKN dalam pembagian proyek yang ke depannya hanya akan membuat pelaku jasa konstruksi lemah.
“Jika iklim persaingan profesional dan transparan, akan melahirkan kontraktor-kntraktor yang tangguh dan ke depan akan mampu bersaing dengan kontraktor dari negara lain,” sebutnya.
“Hendaknya pemerintah daerah memiliki good will, dan political will yang baik untuk memberikan kesempatan bekerja bagi pelaku jasa konstruksi di daerau itu sendiri. Tetapi tidak dengan cara-cara KKN, atau dikondisikan atau diberikan kemudahan previllage. Sebab jika dengan cara-cara tersebut, akan memperlemah pelaku jasa konstruksi itu sendiri. Karena era pasar global meniscayakan kompetisi yang sangat fair, jujur, transparan dan adil,” ujarnya mengakhiri. (noel/ ius/ddc/snc)