MENJELANG Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 dan saat berlangsungnya Sidang Sengketa Pilpres. Situasi politik terasa sanga panas.
Panasnya, hingga naik ke ubun-ubun. Berbagai peryataan para tokoh politik seolah-olah Negara Indonesia ini akan pecah. Saling lempar opini dan pernyataan saling menyudutkan dari dua kubu yang berkompitisi menjadi tontonan sehari-hari hampir tiap detik di televisi dan media sosial.
Apalagi, saat proses sidang Pilpres terjadi di Mahkamah Konstitusi, ada kubu yang melakukan unjukrasa hingga berujung bentrok. Korban pun berjatuhan, saling menyalahkan pun terjadi. Dan sang aktor yang tak tahu siapa dan dimana rimbanya tertawa terbahak-bahak.
Peristiwa demi peristiwa dalam proses Pilpres hingga sidang sengketa Pilpres, seakan menjadi pertaruhan bagi semuanya. Pertaruhan bahwa Pilpres lah segala-galanya bagi perebut kekuasan, sehingga berbagai cara dilakukan.
Beruntung, TNI-POLRI sigap mengamankan situasi. Dengan berbagai cara yang persuasif, TNI-POLRI mampu menggagalkan segala upaya actor-aktor yang menginginkan Negara Indonesia ini terpecah. Dari hati yang paling dalam, Terimakasih buatmu seluruh jajaran TNI-POLRI.
Memang secara jujur, bila jajaran TNI-POLRI sudah kompak dan bersinergi menghadapi segala upaya yang dilakukan orang yang tidak bertanggungjawab, maka upaya itu dipastikan gagal.
Sehingga ke depan, harapannya TNI-POLRi tetap kompak dan bersinergi menjalankan amanah, khususnya melakukan antisipasi terhadap upaya pemecah belah bangsa dengan cara apapun.
TNI-POLRI, diharapkan semakin gencar menjalankan program menekan tersebarnya paham-paham radikal yang ingin mengganti ideologi Negara Indonesia. Kita harus sepakat, bawah ideologi kita hanya Ideologi Pancasila.
Budaya Lupakan Konflik Semuanya
Sejak dahulu, Negara Indonesia ini sudah memiliki keberagaman budaya dari suku-suku yang ada. Bahkan sebelum Indonesia ini Merdeka.
Ada 75 ribu suku dan budaya. Dan itu merupakan kekayaan terbesar bagi Bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain di dunia ini.
Para pendiri Negara Indonesia, sudah mengkaji sangat jauh pada waktu itu, maka mereka para pendiri bangsa ini menyandari bahwa keutuhan Indoensia berada pada memperkokoh nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia.
Terbukti, para pendiri Negara yang kita cintai ini membuat semboyan atau motto “Bhinneka Tunggal Ika” yang tertulis dengan huruf kapital besar di lambang Negara Indonesia. “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Semboyan itulah mungkin yang menyadari para elit politik, selain memiliki sikap kenegarawanan, sehingga situasi yang sebelumnya memanas bisa kembali dingin. Mereka bertemu, saling bercengkaram berdiskusi untuk bersama-sama memberikan yang terbaik untuk Indoensia.
Namun ada yang menarik dari pertemuan politik para elit. Yakni, begitu besarnya pengaruh budaya nusantara dalam pertemuan itu, mulai dari pertemuan antara Presiden Terpilih Ir Joko Widodo dan Prabowo Subianto rivalnya.
Keduanya memang awalnya bertemu di MRT. Lalu melanjutkan pertemuan di salah satu plaza modern. Kalau tak salah, namanya tempat pertemuan itu FX Sudirman. Namun meski di plaza modern, keduanya tidak melupakan unsure kebudayaan nusantara.
Kita bisa melihat, arsitektur di ruangan pertemuan itu yang kental dengan gambar dan ukiran Wayang Jawa. Gambar dan ukiran Wayang Jawa itu, memiliki makna budaya yang sangat tinggi.
Belum lagi, ketika keduanya menikmati suguhan makan siang. Kuliner yang mereka santap, merupakan kuliner kekayaan Nusantaraa yang dimiliki Indonesia.
Keduanya asyik makan sate ayam, sate kambing, sate sapi, gado-gado, nasi kuning campur dan nasi langgi. Cemilannya, ada cenil, ongol-ongol, dan mendut. Minumnya teh tawar dan es kelapa batok.
Lihat, semua itu merupakan Kuliner Nusantara yang merupakan kekayaan Budaya Bangsa Indonesia.
Tidak kalah menarik, ketika pertemuan Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarno Putri dengan Prabowo Subianto. Suasananya begitu mencair.
Kalau saat proses Pilpres dan sidang sengketa Pilpres, ada yang menyebutkan keduanya bakalan tidak akan pernah bertemu lagi. Buktinya, Kekuatan Budaya ternyata mempertemukan kedua tokoh politik ini.
Diplomasi Nasi Goreng
Kenapa kekuatan budaya? Ya budaya Silaturahim, budaya sungkeman yang sejak dahulu sudah dimiliki Bangsa Indonesia. Apalagi, lagi-lagi santap siang pada pertemuan kedua tokoh itu, disuguhi kuliner nusantara milik budaya Bangsa Indonesia. Ya, Nasi Goreng.
Sehingga saya menyebut pertemuan itu “Diplomasi Nasi Goreng”. Diplomasi yang apik untuk meredam semua situasi panas yang terjadi sebelum-sebelumnya.
Filosopi Nasi Goreng menggambarkan, nilai budaya lebih tinggi dari segala-galanya. Kenikmatan menyantap nasi goreng, merupakan kenikmatan kebersamaan yang lebih baik dari apapun. Sesederhana dan semewah apapun cara menyuguhkan nasi goreng, namanya tetap nasi goreng yang merupakan kuliner kebanggaan Indonesia.
Akhirnya, apa pun konflik dan perbedaan yang terjadi. Pada hakekatnya bisa diselesaikan dengan menjungjung tinggi nilai-nilai budaya. Nilai-nilai Budaya Indonesia yang sangat kokoh dan hendaknya jangan dirorongrong oleh budaya luar manapun.
Dan pada prinsipnya, Nilai-nilai budaya Indoensia sudah ada dalam nilai-nilai Ideologi Pancasila. Dan nilai-nilai itu harus dipertahankan oleh siapapun yang tinggal di Negeri Indonesia ini.
Sehingga, Nilai-nilai Budaya dan Nilai-nilai Ideologi Pancasila harus secara praksis ditanamkan kepada seluruh generasi yang ada sejak dini. Supaya Negara Indonesia semakin kokoh, semakin besa dan disegani di mata Dunia. Semoga…(*)
Penulis: Hermanto Sipayung-mantan Ketua Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun Kota Siantar, mentor Gerakan Kebajikan Pancasila (GKP) Jakarta

Discussion about this post