BERDASARKAN Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada pasal 1 ayat 1 disebutkan, pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sementara pada pasal 1 ayat 7 dinyatakan, penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu.
Unsur KPU terdiri atas KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN.
Sedangkan unsur Bawaslu terdiri atas Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS.
Selain penyelenggara pemilu yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, saat ini juga dikenal adanya pengawas partisipatif yang sudah mulai dikenal dan ada sejak Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, juga Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019. Ide adanya pe1ngawasan pemilu partisipatif berawal dari keinginan untuk mewujudkan sistem pemilu yang jujur dan adil (jurdil).
Sekolah Kader Pengawas Partisipatif
Bawaslu yang bertugas sebagai pengawas penyelenggaraan pemilu tentunya yang menjadi penggerak adanya pengawasan pemilu partisipatif ini.
Hal ini adalah hal yang wajar karena dalam praktiknya, tugas pengawasan pemilu membutuhkan dukungan dari banyak pihak, yang salah satu caranya dengan mengajak segenap kelompok masyarakat terlibat dalam kegiatan pengawasan.
Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu demokrasi, mewujudkan integritas penyelenggaraan pemilu, serta memastikan pemilu dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Untuk itu, Bawaslu hendaknya membangun dan melibatkan segenap kelompok masyarakat untuk terlibat dalam partisipasi pengawasan di setiap tahapan pemilu. Sebab, partisipasi politik merupakan salah satu wujud implementasi kedaulatan rakyat yang sangat fundamental dalam proses demokrasi.
Partisipasi masyarakat dalam pengawalan pemilu bukan hanya dalam kegiatan datang ke TPS dan menggunakan hak pilih, tapi juga perlu diwujudkan dengan ikut serta melakukan pengawasan pada tiap tahapan pemilu.
Pengawasan pemilu ini juga menjadi salah satu sarana pembelajaran politik yang baik bagi pemilih. Pemilih dapat secara langsung terlibat dalam pengawasan pemilu, pemilih dapat mengikuti dan merasakan secara langsung dinamika politik yang terjadi dan secara tidak langsung pemilih dapat belajar tentang tangung jawab penyelengaraan pemilu.
Saat ini, dalam upaya sosialisasi dan transfer pengetahuan serta keterampilan pengawasan pemilu, Bawaslu menginisiasi adanya Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP). SKPP adalah gerakan bersama antara Bawaslu dengan mansyarakat untuk menciptakan proses pemilu yang berintegritas.
Dalam SKPP ini, Bawaslu menyediakan layanan pendidikan tentang pengawasan penyelenggaraan pemilu, dan masyarakat pemilih bisa ikut serta untuk berpartisipasi mengawasi penyelenggaraan Pemilu.
SKPP ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis tentang pengawasan bagi kader-kader pengawas dan pemantau pemilu, serta sarana berbagi pengetahuan dan keterampilan tentang partisipasi masyarakat.
Utamakan Pencegahan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberikan mandat kepada jajaran Bawaslu di semua tingkatan untuk melakukan pengawasan pemilu, di mana saat ini derajat independensi dan tugas wewenang pengawasan pemilu semakin menguat.
Independensi ini merujuk pada proses rekrutmen pengawas pemilu berasal dari kelompok masyarakat independent atau non partisan. Sehingga penguatan tugas dan wewenang terlihat bagaimana Bawaslu dapat tampil lebih powerfull dibandingkan dengan sebelumnya hanya sebagai “hakim garis”.
Saat ini ada pergeseran orientasi tugas dari sebelumnya pengawasan diarahkan pada penemuan pelanggaran, kini lebih pada pengawasan pemilu mengedepankan kegiatan pencegahan terjadinya pelanggaran.
Selain itu, indikator keberhasilan pengawasan pemilu juga terjadi perubahan, yaitu lebih pada seberapa efektif upaya pencegahan pelanggaran pemilu dapat dilakukan oleh lembaga pengawas pemilu. Oleh karena itu, diperlukan adanya sinergitas pengawasan antara Bawaslu dengan masyarakat.
Pengawasan partisipatif ini adalah bagaimana masyarakat dapat ikut serta mengawasi penyelenggaraan Pemilu baik dalam masa kampanye, masa tenang dan hari H pemilihan.
Aktivitas yang dapat dilakukan yaitu dengan memantau atau mengawasi pelaksanaan pemilu, melaporkan adanya pelanggaran pemilu, menyampaikan informasi adanya dugaan pelanggaran pemilu, dan juga ikut serta dalam mencegah terjadinya pelanggaran pemilu.
Pengawasan partisipatif ini merupakan salah satu upaya dalam mengubah kekuatan moral menjadi gerakan sosial yang harus dibarengi dengan pengetahuan dan keterampilan tentang kepemiluan dan teknik pengawasan yang baik.
Pengawasan partisipatif ini harus dibagun atas dasar kesadaran, kerelawanan dan panggilan hati untuk ikut serta dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas.
Untuk itu, Bawaslu haruslah melakukan pendidikan dan pelatihan pengawasan partisipatif untuk mempersiapkan kader penggerak pengawasan partisipatif dalam masyarakat yang diharapkan dapat menduplikasi sistem pengawasan partisipatif ini dalam komunitas-komunitas di masyrakat.
Kader Penggerak Masyarakat
Dari SKPP diharapkan akan muncul aktor pengawasan partisipatif pemilu serta kader yang menggerakkan masyarakat untuk turut mengawasi pemilu di semua lapisan masyarakat.
Diharapkan peserta SKPP nantinya mampu menjadi pengawas pemilu partisipatif dan penggerak masyarakat untuk lebih terlibat dalam pengawasan pemilu secara partisipatif di daerah masing-masing. Sesuai dengan isi Modul Sekolah Kader Pengawas Partisipatif Tingkat Dasar, yang disusun oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, calon kader pengawas partisipatif akan diajak mengenal nilai-nilai dasar kode etik yang harus dijunjung tinggi sebagai kader pengawas.
Seorang pengawas partisipatif juga diajak mengenal berbagai hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan di Indonesia dan kecakapan dasar yang diperlukan oleh seorang pengawas partisipatif.
Melalui kegiatan SKPP diharapkan dapat membangun karakter pengawas pemilu partisipatif yang memiliki moral yang baik, yang diharapkan dapat mereduksi konflik sosial dan untuk mengembangkan kerjasama sosial.
Karena pemilu adalah sarana partisipasi politik warga negara sebagai wujud nyata kedaulatan rakyat, maka di sebuah negara demokrasi, pemilu harus dilakukan secara sungguh-sungguh, jujur, adil, denghan melibatkan masyarakat.
Pemilu bukanlah sekedar ajang seremonial politik semata, namun masyarakat harus menjadi subyek dalam proses pemilu. Keterlibatan aktif masyarakat dalam mengawal proses pemilu akan sangat menentukan kualitas demokrasi itu sendiri.
Pengawasan partisipatis yang dilakukan oleh masyrakat adalah usaha untuk mewujudkan warga negara yang aktif dalam mengikuti perkembangan pembangunan demokrasi. Pengawasan juga menjadi sarana pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat pemilih.
Dan pada akhirnya, pengawasan partisipatif ini yang akan membantu masyarakat pemilih untuk menjadi pemilih yang kritis dan sadar dalam menentukan pilihan. Diharapkan, dalam jangka panjang, pengawasan partisipatif ini menjadi modal untuk mewujudkan Pemilu yang benar-benar demokratis dan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas. (*)
David Indrawan, S.Pt – Pengurus Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Kabupaten Klaten