SimadaNews.com – Terkait peristiwa meninggalnya DS (33) warga Desa Sipahutar I, Kecamatan Sipahutar, tahanan Polres Tapanuli Utara di RSUD Tarutung Jumat (15/10/2021), penasehat hukum Boy Raja P Marpaung, SH MH angkat bicara.
“Yang pastinya, yang kita ungkap di sana apa yang kita lihat, seperti pada saat penangkapan yaitu ada sekitar 4 orang dan mereka kita laporkan dan saat ini informasi dari kepolisian sudah ada 20-an orang yang diperiksa baik dari kepolisian, tahanan dan pihak keluarga sebagai pelapor,” kata Boy Marpaung di ruang kerjanya di Balige, Jumat (22/10/2021).
Boy Raja juga menjelaskan beberapa kejanggalan yang ditemukan atas meninggalnya DS .
“Pada saat pertemuan itu kami menemukan beberapa kejanggalan seperti tanda tangan dan sidik jari di surat penangkapan dan pelaporan. Di surat perintah penangkapan, hanya ada satu sidik jari dan kemudian di surat perintah penahanan ada 3 sidik jari, ada perbedaan sidik jari.
Kemudian kami menelusuri semua tanda tangan DS yang ada berkasnya tinggal di keluarga, kami tidak melihat tanda tangan yang sama di kedua surat, itu juga sudah kita sampaikan kepada pihak polres, katanya.
KRONOLOGI PENANGKAPAN
Boy Raja juga menjelaskan kronologi mulai dari penangkapan terhadap DS hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia oleh dokter di RSUD Tarutung.
“Penangkapan pada Rabu (13/10/2021) sekitar pukul 14.00 wib, pihak kepolisan menangkap DS lalu kronologi pada saat penangkapan diceritakan oleh saksi ada tindakan kekerasan saat penangkapan. Pada saat penangkapan, para saksi menceritakan bahwa DS ditendang, dipukul dan diseret sambil ditodongkan pistol di kepala,” katanya.
Mendapat informasi kejadian tersebut, salah seorang saksi yang merupakan abang DS pulang ke rumah namun tidak mendapati DS lalu mengejar mobil yang membawa adiknya dan menanyakan tujuan adiknya dibawa.
“Selang beberapa waktu, mobil yang membawa DS kembali ke rumah untuk melakukan penggeledahan. Di dalam rumah, DS mendapat kekerasan disaksikan abangnya yang saat ini menjadi pelapor. DS dibawa tanpa memberitahukan kepada keluarga kemana dibawa. Besok harinya, keluarga pergi ke Polres untuk mengunjungi namun tidak diperbolehkan,” kata Boy Raja.
Kemudian, pada Jumat (22/10/2021) sekitar pukul 10.00 wib pihak keluarga kembali datang namun tidak diijinkan.
“Tidak berapa lama ada telepon dari dokter boru Silitonga yang menyuruh mereka ke rumah sakit dan ternyata DS sudah meninggal. Disitulah awal mula keluarga tahu bahwa DS sudah meninggal,” sebutnya.
DISERAHKAN SAAT AUTOPSI
Anehnya, surat penangkapan dan penahanan diserahkan pihak kepolisian pada saat autopsi terhadap DS dilakukan di RS Bhayangkari Medan.
Kekerasan yang diduga dilakukan pada saat penangkapan, terang Boy, perlu diklarifikasi pihak kepolisian melalui komitmen dalam mengungkap kasus secara profesional dan transparan.
“Setelah selesai bertemu dengan Kapolres kita mendapatkan resume medis yang diserahkan rumah sakit Tarutung terkait pemeriksaan awal sebelum autopsi. Setelah kita baca ternyata sangat jelas pada saat kedatangan DS, kondisi sudah tidak sadar, tidak memakai baju, sudah henti nafas dan henti jantung. Bahkan di pemeriksaan fisiknya tertera bahwa ada beberapa indikasi kekerasan yang dilakukan seperti di kepala, mata sudah tidak ada harapan untuk hidup, bengkak pada telinga sebelah kanan, lebam wajah di sebelah kanan, dijumpai luka memar pada bahu sebelah kiri, punggung sisi kanan dijumpai gores, ada luka di tangan sisi kanan,” katanya.
Dalam resume juga disebutkan diagnosa utama, death on arrival (DOA) pasien sudah meninggal saat diantar ke UGD. Meski dilakukan resusitasi (pertolongan) jantung dan paru-paru sebanyak 5 kali tetapi nadi, nafas dan tekanan darah tetap tidak terdeteksi, sebut Boy sesuai hasil resume medis.
“DS masuk RS pukul 11.10 wib tanggal (15/10/2021), kemudian pukul 11.18 wib pasien dinyatakan meninggal dunia. Kita semalam bertemu dengan pihak Polres dan mempertanyakan apakah visumnya sudah keluar dari rumah sakit dan mereka katakan sudah, namun karena ini adalah hak kepolisian kita menunggu pihak kepolisian memberitahukan kepada pihak keluarga. Sementara hasil autopsi paling lama 14 hari, kita sedang menunggu hasil,” ungkap Boy Marapung.
MASIH MENUNGGU HASIL
Sementara Kapolres Taput, AKBP Ronald Sipayung, dikonfirmasi melalui selulernya mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan terhadap sejumlah orang.
“Jadi tim pemeriksaan dari Polda Sumut dan Polres Taput masih bekerja untuk memeriksa semua orang-orang yang diperlukan. Sampai semalam sudah 21 orang yang dimintai keterangan mulai dari proses penangkapan sampai dengan yang bersangkutan dibawa ke rumah sakit.
Hasilnya kita belum tahu, kita masih menunggu sama-sama. 21 orang itu ada dari keluarga, masyarakat yang melihat saat penangkapan kemudian teman satu selnya dan petugas tahanan, jadi itu gabungan anggota Polri dan masyarakat”, jelasnya.
Ditanya terkait hasil visum, Kapolres Ronald Sipayung mempercayakan kepada dokter dan tim forensik.
“Nanti kita tunggu saja hasil dari visum dan autopsi, saya tidak mau berspekulasi, dokter kan lebih tahu dan tim forensik, kita tunggu saja hasil timnya,” katanya. (jaya napitupulu)

Discussion about this post