SimadaNews.com-Bupati Simalungun JR Saragih, kembali membuat para anggota DPRD kecewa, karena tidak menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas penggunaan dana penanganan Covid-19 di Simalungun, Kamis 14 Mei 2002.
Pantauan reporter SimadaNews.com, RDP dipimpin Wakil Ketua DPRD Simalungun Steven Samrin Girsang, dan dari Pemkab Simalungun dihadiri Sekda Simalungun Mixnon Andreas Simamora dan sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Saat rapat dimulai, para anggota DPRD menyebutkan bahwa Bupati Simalungun selaku Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan (TGT2P) Covid-19, belum pernah memberitahukan bahwa Simalungun masuk kejadian luar biasa dalam penanganan Covid-19, tetapi sudah membuat kebijakan membangun Rumah Sakit Darurat (RSD) Penanganan Covid-19 di Batu 20 Nagori Embong, tanpa koordinasi dengan DPRD.
Menurut para anggota DPRD pada RDP itu, kebijakan pembangunan RSD Penanganan Covid-19, merupakan bentuk pemborasan anggaran. Selain itu, sejumlah pernyataan Bupati Simalungun JR Saragih sangat kontroversial dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
DPRD menilai, pada saat peresmian RSD itu, JR Saragih mengaku bahwa fasilitas di RSD sudah dilengkapio alat SWAB. Tapi faktanya, alat SWAB yang disebutkan JR Saragih, sama sekali tidak ada, sesuai keterangan Kadis Kesehatan ketika dipertanyakan anggota DPRD pada rapat Laporan Kegiatan Pertanggungajawaban (LKPJ) Bupati Simalungun.
Para anggota DPRD juga menilai, bahwa JR Saragih melakukan pembohongan publik. Pasalnya, saat peresmian RSD Penanganan Covid-19, disebutkan dihadiri Ketua DPRD Simalungun Timbul Jaya Sibarani, padahal saat itu Ketua DPRD tidak hadir di Batu 20 dan sedang mengikuti rapat rapat bersama anggota DPRD.
Begitu juga dengan laporan rincian anggaran yang digunakan untuk penanganan Covid-19, JR Saragih juga tidak kunjung menyampaikan kepada DPRD.
Dan ketika penggunaa anggaran itu dipertanyakan anggota DPRD siapa yang akan bertanggunggjawab, Sekda Mixnon Andreas Simamora mengaku, bahwa sesuai pasal 5 point F Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2020, yang menjadi penanggungjawab adalah perangkat daerah yang secara fungsional dan terkait dengan antisipasi dan penanganan dampak Covid-19, baik bertanggung jawab secara fisik dan keuangan terhadap dana antisifasi serta penanganan Covid-19. Artinya, OPD pengguna anggaranlah yang masing-masing menjadi penanggung jawab.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Simalungun Steven Samrin Girsang, menyampaikan kekecewahaan karena Bupati Simalungun tidak menghadiri RDP, sedangkan para pimpinan OPD yang hadir tampak tidak memiliki kesiapan memberikan penjelasan terkait rincian penggunaan anggaran Covid-19.
“Seharusnya pihak eksekutif, sudah mempersiapkan sesuai bahan rapat yang kita minta, yaitu rincian tentang program penanganan Covid-19 di Simalungun yang dilakukan masing masing OPD. Apa yang telah dilakukan, apa yang akan dilakukan dan berapa dana yang sudah dipakai. Tapi itu tidak bisa dijelasnkan,” kesal Samrin.
“Harapan kita bisa disampaikan pada rapat, ternyata mereka tidak menyiapkan itu sehingga membuat DPRD harus menjadwalkan ulang RDP berikutnya untuk mendapatkan rincian guna dalam pengawasan,” tambah Ketua PDI Perjuangan Simalungun itu.
Samrin menambahkan, seharusnya sistim anggaran sudah ada melakukan perencanaan, sehingga masing-masing OPD mengusulkan anggaran, yang logikanya ada program baru ditrasnfer dana ke OPD, sehingga ada pertanggung jawaban. (snc)
Laporan: Robin Silaban
Editor: Hermanto Sipayung

Discussion about this post