SimadaNews.com – Sebuah pertunjukan sendratari berjudul “Warna Danau” diperlihatkan bagi para penikmat seni di kawasan Danau Toba pada Sabtu (13/11/2021) malam di Hotel Labersa, Balige, Kabupaten Toba.
Kaum muda yang berjumlah 20 dan ditemani 9 pemain profesional memperlihatkan kekayaaan budaya di kawasan Danau Toba melalui tarian. Terlihat, para talent memeragakan tarian khas 4 puak di kawasan Danau Toba; Toba, Pakpak, Simalungun, dan Karo.
Seorang pelatih sendaratari dan sekaligus budayawan Thompson Hs menjelaskan bahwa sendratari tersebut diproduksi Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh. Produksi tersebut telah menelan waktu persiapan selama hampir 9 bulan.
“Ini adalah salah satu program pendukung destinasi super prioritas Danau Toba yang diproduksi BPNB Aceh yang bertugas di wilayah Provinsi Aceh. Jadi, saya salah satu kuratornya sekaligus dipercaya membuat naskah dan melatihnya yang berproses hampir 9 bulan,” ujar Thompson Hs saat disambangi usai kegiatan, Sabtu (13/11/2021).
Bahkan, masa pandemi Covid-19, ia bersama rekannya mempersiapkan kaum muda yang berasal dari kawasan Danau Toba. Proses produksi yang dimulai dari perekrutan dan pelatihan ini sempat terhenti karena aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah pusat maupun daerah.
“Pelatihan yang kita buat terselenggara dengan beberapa tahapan, di saat Covid-19 kita pun tetap bekerja dengan mengikuti prokes yang ketat,” sambungnya.
Sendratari tersebut memperlihatkan sejumlah warisan budaya tak benda (WBTB) yang ada di kawasan Danau Toba tersebut dikemas dengan khasanah modern sehingga nilai cerita mudah ditangkap penonton.
“Kadang, kita harus berhenti. Tahapannya ada 6 tahap, mulai dari perekrutan. Konten ini kita akomodir dari warisan budaya di Indonesia, secara khusus kawasan Danau Toba ditambah beberapa hal berpotensi yang dijadikan sebagai WBTB,” terangnya.
Ia juga berharap agar warisan budaya lainnya dapat diperlihatkan kepada pihak luar agar semakin tertarik datang ke kawasan Danau Toba.
“Inilah caranya kita mempromosikan Danau Toba dengan cara budaya. Kita gampang menyampaikan mempromosikan, padahal potensinya kita tidak angkat. Garapan ini sebetulnya masih kurang dalam garapan potensi lainnya yang ada di Danau Toba, seperti alat musiknya dan pemusiknya secara live. Tapi, kalau kita munculkan alat musiknya ini, bisa mencapai satu kontainer,” terangnya.
“Ini satu hal yang penting diketahui pemain-pemain utamanya ini adalah generasi baru, tidak lebih usianya dari 25 tahun. Kita yang profesional mendampingi mereka hanya 9 orang,” sambungnya.
Dengan adanya kontribusi kaum milenial menggali potensi warisan budaya, ia berharap kawasan Danau Toba semakin digandrungi pengunjung.
“Jadi, mereka berlatih dengan baik, mulai dari belakang panggung bagaimana hal-hal kecil pun harus diperhatikan. Yang paling utama adalah bagaimana reaksi mereka melihat potensi budaya di kawasan Danau Toba ini. Kita bisa membuat pertujukan yang lebih besar bila kita tahu darimana sumber-sumber budaya itu,” katanya. (jaya napitupulu)