Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari sekutunya di Eropa. Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti Terrorism, Crime and Security Act, December 2001, diikuti tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan Anti Terrorism. (sumber Wikipedia)
Tidak terkecuali Indonesia, dengan bantuan pemerintah Amerika dan Australia dibentuklah pasukan khusus dari satuan Brimob yang disebut dengan Densus 88. Dipersanjati dan perlengkapan yang canggih, sehingga Densus 88 terkenal sebagai pasukan khusus elite kepolisian yang mungkin dari sisi perlengkapan membuat pasukan elite antiteroris TNI merasa “iri” tetapi boleh jadi dari sisi kemampuan menangani teroris lebih “canggih”. Namun TNI dibatasi oleh UU yang ada.
UU Terorisme yang baru disahkan memberi ruang yang cukup Koopusgab TNI ikut menangani Terorisme sesuai dengan skala ancaman yang dihadapi. Untuk pengaturan pelaksanaan teknisnya, akan diterbitkan Perpres oleh Presiden Jokowi. Penggiat HAM banyak yang khawatir jangan sampai Perpres tentang keterlibatan TNI menangani Teroris melampui wewenang yang diatur dalam Undang-Undang. Suatu kekhawatiran yang wajar tetapi berlebihan, karena Perpresnya sendiri belum turun.
Bagi kelompok masyarakat, atau sekumpulan orang, atau sesorang yang berniat menjadi Teroris apapun alasan dan pertimbangannya, hentikanlah keinginan tersebut. Jika ada yang tidak puas atas kebijakan pemerintah selama ini, sampaikan dan salurkan melaui jalur konstitusional, ada perwakilan rakyat, ada partai-partai politik, dan Ormas yang dapat menampung dan memperjuangkan agar dilakukan koreksi dan perbaikan sesuai dengan keinginan masyarakat.