SUDAH sejak era KPK jilid 2 (Antasari dkk) kami bilang kok.. bahwa KPK hanya sukses ciptakan #KPKlovers sebagai tameng untuk menutupi kebusukannya.
Apalagi sejak diluncurkannya Sinetron #OTTkpk itu. Yang hanya sebatas memburu para koruptor kelas teri, namun amat memuaskan para penonton terutama bagi para #KPKlover. Hal ini disinyalir kuat sebagai modus Tameng untuk mengalihkan perhatian publik atas kinerja KPK yang amat rendah.
Padahal dengan kewenangan yang amat luar biasa di tangan, KPK harusnya memburu para Koruptor Besar dan Berbagai Jenis Mafia Ekonomi. KPK harusnya memburu memberantas misalnya seperti Mafia Import BBM serta Mafia Import Pangan dan Pakan. Mafia yang sudah begitu merajalela sekaligus secara lansung menindas para Petani dan Peternak kita.
Tak perlu heranlah kalau ternyata IPK (Indeks Persepsi Korupsi) Indonesia pada Tahun 2018 hanya 38. Masih kalah jauh dari IPK Malaysia 47, apalagi bila dibandingkan dengan banyak negara yang terbentuk setelah Perang Dunia lainnya.
Tapi memang kritik atau omongan kami ini, tak banyak warganet yang mendukung!. Malah kami dijadikan Musuh Bersama bagi para #KPKlovers ini.
Kini semakin banyak warganet yang terbuka mata hati dan pikirannya, melihat berbagai info dan fakta yang terungkap apa yang sesungguhnya terjadi selama belasan tahun di tubuh KPK kita ini.
IPK diatas 60, Indonesia Bukan Bangsa Negara Korupsi Lagi
Kita semua tentunya amat berharap dengan hasil Revisi Undang-undang KPK, serta dimulainya kepemimpinan Komisioner KPK yg mulai resmi dilantik Tanggal 20 Desember 2019 nanti.
KPK harus membuang Tameng Kebusukannya dan mau serta mampu bekerja memberantas korupsi, sehingga di akhir masa jabatan KPK yg baru ini nilai IPK Indonesia bisa diatas 60, atau melampaui Malaysia.
Dan untuk itu, lembaga Kepolisian dan Kejaksaan serta Pengadilan mutlak perlu segera direformasi juga. (snc)
Penulis: Sabar Mangadoe, Sekretaris Jendral Gerakan Daulat Desa (GDD)