SimadaNews.com-Menjelang pelaksanaan Pimilikan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2010, khususnya di Kabupaten Simalungun, banyak para bakal calon (bacalon) Bupati Simalungun, melakukan tebar pesona.
Tebar pesona yang dilakukan para bacalon, dinilai hanya sebatas mengukur kekuatan sendiri dan seolah-olah merasa kuat dan sudah meraih simpatik masyarakat. Padahal pada hakikinya, pertandingan atau pemilihan masih lama berlangsung.
“Kalau saya lihat, para tokoh yang sudah mendeklerasikan bertarung di Pilkada Simalungun 2020, merasa sudah kuat sebelum bertanding,” timpal Razak Siregar, saat berbincang-bincang dengan SimadaNews.com, Senin 19 Agustus 2019.
Mantan mantan Komisioner KPU Simalungun periode 2013-2018 ini, menuturkan, para pendatang baru atau kontestan yang saat ini muncul di Bursa Pilkada Simalungun, disarankannya selain aktif terjun ke lapangan, sebaiknya bermain pada media sosial dan media mainstream atau arus utama sebagai bentuk keterbukaan ke publik.
“Jangan lupa. Media sosial dan media mainstream, harus berjalan seiring menopang gagasan dan program yang akan dibawa untuk dijual kepada masyarakat. Sebab secara geografis wilayah Simalungun sangat luas terdiri dari 32 Kecamatan dan 413 Nagori dan Kelurahan,” kata Razak Siregar.
Pria yang kini dipercaya sebagai Koordinato Daerah Jaringan Demokrasi Indonesia (JADI) Simalungun ini, berpendapat hendaknya para kontestan jangan terjebak pada dikotomi, termasuk melakukan blackcampaign. Sebaliknya, hendaknya merangkul semua kalangan karena notabene Simalungun atau Bumi Habonaron Do Bona sangat heterogen, baik dari agama dan etnis.
Hal terpenting, menurut Razak, para kontestan yang akan meramaikan Pilkada Simalungun, sejatinya membaur dengan lingkungan sekitar, bertemu dengan seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan segmentasi.
“Kalau bertemu dengan para tokoh, alim ulama dan tokoh masyarakat, haruslah tampil sopan. Namun bila bertemu dengan anak muda, ya bergaya anak muda. Karena Pemilih Milineal juga punya hak yang sama dalam memberikan hak konstitusinya,” saran Razak lagi,
Raza menambahkan, para kontestan jangan terpengaruh dengan survei internal. Sebab hasil survei hanya merupakan tolak ukur atau alat sementara, untuk melihat persepsi publik bukan sebagai penentu saat terjadi pemilihan.
“Berdasarkan Pasal 201 ayat( 6) Undang-undang Pilkada No.10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota Pilkada Serentak 2020 akan dilaksanakan pada September 2020. Jadi masih panjang prosesnya, dan kiranya kontestan bisa meraih simpatik masyarakat, dan jangan merasa kuat sebelum bertanding,” ujarnya mengakhiri. (snc)
Editor: Hermanto Sipayung