BASUKI Tjahaya Purnama yang kini lebih suka dipanggil BTP, sudah dipanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir, beberapa waktu lalu.
BTP dikabarkan akan menempati posisi strategis di salah satu perusahan BUMN. Meskipun belum diketahui di perusahaan mana, tapi tiba-tiba publik diramaikan dengan penolakan terhadap BTP. Dan paling kencang, itu berasal dari Serikat Pekerja Pertamina. Loh…kok bisa?
Serikat Pekerja malah sudah membuat berbagai statmen dan spanduk penolakan atas akan kehadiran BTP di Pertamina. Padahal, kan belum tentu BTP akan dihunjuk menjadi pejabat di Pertamina.
Lalu kenapa ada sikap penolakan? Ada pada di Pertamina? Apa pulak yang merasuki pengurus Serikat Pekerja Pertamina hingga membuat mereka melakukan penolakan?. Hihi… macam lirik lagu yang lagi viral itu ya…
Namun sekelumit yang tersiar di publik, para serikat pekerja Pertamina menolak BTP, karena BTP dinilai kasar. Bicaranya galak, suka mengeluarkan kata-kata kotor dan suka buat kegaduhan.
Loh…alasan yang terkesan dibuat-buat. Apa salahnya dengan ucapan kasar? Galak? Bahkan mengeluarkan kata kotor sekalipun?.
Mungkin apa yang disampaikan para serikat pekerja itu. Benar adanya. Tapi, nggak adalah hubungan berkata kasar dan galak, dalam membenahi kondisi perusahaan plat merah itu.
Toh, dulu BTP kasar kepada ulah-ulah pejabat di DKI yang sering menyalahgunakan kewenangan. Pejabat yang koruptip, pegawai yang malas dan pegawai lainnya, yang bertujuan sebenarnya untuk kebaikan penyelenggaraan pemerintah.
Nah, kalau begitu apakah di perusahan itu sering terjadi penyalahgunaan kewenangan? Masih ada sikap koruptip? Dan pegawai yang malas bekerja? Oh,,,kalau itu pantas mereka menolak BTP, karena BTP akan memberanguskan mereka-mereka itu.
Lalu, apa hak mereka menolak BTP? Lalu bisakah serikat pekerja mengintervensi pemerintah (Presiden dan Menteri BUMN) untuk menentukan siapa yang menjabat di perusahaan itu?.
Entah apa lagi yang merasuki para pengurus serikat pekerja itu. Dan anehnya lagi, sejumlah oknum pengamat yang kalau saya sebut perasaan pengamat, ikut-ikutan menolak BTP dihunjuk menjadi pejabat di perusahaan BUMN.
Oknum pengamat yang sok pengamat itu, membuat berbagai alasan. Dan entah alasan apa lagi yang mereka karang untuk menolak BTP.
Mulai dari BTP pernah dihukum penjara, kader parpol dan macam-macam lah. Dan jujur, alasan-alan mereka-mereka yang sok pengamat itu, membuat sejumlah orang termasuk saya yang tinggal di kota bermotto “Sapangambei Manoktok Hitei” tersenyum bahkan tertawa terbahak. Sebab, apa yang mereka sampaikan sepertinya tak mereka pahami.
Meski pun saya juga tidak memahami secara teknik bagaimana proses penghunjukan pejabat di perusahaan BUMN. Tapi paling tidak, filosopi pemerintah menghunjuk seseorang menduduki jabatan strategis di perusahan BUMN, pasti untuk melakukan perbaikan, pembenahan yang selama ini mungkin kebobrokannya sudah level akut.
Saya tidak ingin merinci syarat apa saja yang harus dipenuhi BTP supaya layak menjadi pejabat strategis di perusahan BUMN. Toh, sepanjang pemerintah menganggap BTP memenuhi syarat dan layak. Ya silahkan saja.
Berikan kesempatan bagi BTP memperbaiki apa yang perlu diperbaiki di perusahaan milik negara ini. Dan tugas para pekerja yang akan dipimpin BTP, bekerjalah secara profesional.
Berubah gaya bekerja dan tida perlu menakutkan kehadiran BTP bila benar-benar bekerja dengan baik selama ini. Tak perlu membuat penolakan dengan berbagai macam alasan. Apalagi, alasan yang tak masuk akal.
Atau bila nanti benar BTP sudah dihunjuk, para pekerja yang tak mau bekerja dengan baik, yah secara profesional mundur saja..cari pekerjaan lain. Sederhana sebenarnya kan?.
Kalau serikat pekerja suka-sukanya menolak, sukanya intervensi terhadap pemerintah atas suatu kebijakan untuk kebaikan, Bah…enak kali para serikat pekerja itu. Emang perusahan itu Badan Usaha (maaf) Nenek Loe?. Sekali lagi, bagi mereka-mereka yang menolak, introfeksi dirilah jangan sok bersih. (*)
Penulis: Hermanto Sipayung, tinggal di kota berhawa sejuk bermotto “Sapangambei Manoktok Hitei”