Perihal Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Hukum memiliki aturan terkait “Kejahatan” dengan menempatkan “Kejahatan Terhadap Keamanan Negara” berada dalam Bab Pertama (BAB I), dan “Kejahatan–Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden” dalam Bab Kedua (BAB II) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) buku kedua.
Maka dengan sendirinya, patutlah Prioritas Utama Tugas dan Fungsi/Peran Para Penegak Hukum dan Pelindung Negara Indonesia adalah pada Jaminan Terbebasnya Negara dari Ancaan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara diikuti dengan Jaminan atas Martabat Presiden dan Wakil Presiden (Republik Indonesia).
Dalam Bab Pertama KUHP buku kedua mulai Pasal 104 sampai dengan Pasal 129 yang dilengkapi juga oleh Undang-Undang No 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara, telah diatur dengan Jelas dan sah perihal jaminan negara atas ancaman atau kejahatan terhadap keamanan negara ini.
Dalam Ketentuan-ketentuan tersebut yang dimaksud dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara antara lain adalah: merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, Upaya Menggulingkan Pemerintahan yang sah, Perbuatan yang dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, Perlindungan terhadap instalasi negara atau miiter dan seterusnya. Dan dalam hal Kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden telah diatur dalam Pasal 130 sampai dengan pasal 139 KUHP.
Bahwa dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur kejahatan sebagaimana dimaksud di atas, tidak hanya mengatur delik pidana dalam pengertian perbuatan nyata berupa merampas, merusak dan atau tindaan fisik percobaan penggulingan kekuasaan pemerintah (presiden dan wakil presiden) belaka, melainkan juga mengatur tentang suatu perbuatan awal berupa niat/upaya (voornemen) permulaan pelaksanaan kejahatan itu sendiri.
Menuntut Tindakan Nyata Tanpa Ragu oleh POLRI dan TNI
Bahwa salah satu gagasan mendasar dari alinea keempat UUD NRI 1945 adalah gagasan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang berkedaulatan rakyat atau negara yang demokratis. Dan dalam perkembangan pemikiran kenegaraan modern, gagasan tentang negara yang demokratis tidak mungkin terjelma tanpa didampingi oleh gagasan tentang negara hukum.
Oleh karenanya Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi yang berdasar pada hukum atau negara hukum yang demokratis.
Demikianlah amanat alinea keempat pembukaan UUD NRI 1945 dimulai dengan penegasan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dimana kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar dengan menegakkan prinsip-prinsip negara hukum, sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 UUD NRI 1945 sebagai satu kebulatan pengertian.
Dan dengan penegasan tersebut berarti Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasar atas hukum dan karenanya seluruh praktik penyelenggaraan kehidupan bernegara harus mengacu pada gagasan ini.
Dalam hal ini, yang memiliki kewajiban atas tugas memberi jaminan atas Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dimaksud adalah Polri dan/atau TNI. Dengan mengedepankan fungsi, tugas dan peran Polri dalam penegakkan hukum, namun dalam hal pemberian jaminan keamanan atas kejahatan terhadap keamanan negara dan kepala negara (Presiden dan wakil presiden) sebagaimana dimaksud dalam sapta marganya, tugas tersebut juga dimiliki oleh TNI, khususnya dalam pemulihan terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
Demikianlah berdasarkan hal-hal tersebut di atas, niscaya selaku rakyat, warga negara Republik Indonesia dan sekaligus bagi para praktisi hukum atau pengamat berhak menuntut Kepala Polri dan Panglima TNI untuk segera mengambil tindakan nyata sebagaimana hukum yang berlaku tanpa kecuali terhadap siapapun yang melakukan perbuatan nyata dan melakukan unsur-unsur kejahatan sebagaimana yang dimaksud oleh ketentuan tersebut dengan tanpa ragu.
Bersembunyi di Balik Kebebasan Berpendapat dalam Berdemokrasi
Sebagai perhatian kita bersama, ingatlah bahwa gangguan keamanan negara dalam negara demokrasi selalu cenderung bersembunyi di balik “kebebasan berpendapat dalam berdemokrasi” yang diwarnai dengan aksi-aksi provokatif, ujaran-ujaran ancaman kekerasan yang dilakukan secara berulang dalam aneka kesempatan yang merupakan rangkaian niat atau perbuatan awal sebelum perbuatan kejahatan fisik tertentu.
Belum pernah ada di dunia ini suatu bentuk kejahatan terhadap keamanan negara muncul tiba-tiba secara perbuatan tunggal berupa gangguan keamanan fisik langsung seperti bom bunuh diri, melukai atau membunuh anggota masyarakat lain, dan sebagainya. Tapi selalu didahului oleh pengkondisian pengkondisian awal yang sistematis menuju kejahatan terhadap keamanan negara.
Salam Demokrasi Beradab
Salam Pancasila
Jakarta, 18 Nopember 2020
(Gerakan Daulat Desa-GDD/Gerakan Kebajikan Pancasila-GKP)

Discussion about this post