PILKADA 2020 sudah semakin dekat pelaksanaanya. Walaupun akhir-akhir ini merebak isu akan diundur karena pendemi Covid- 19 yang semakin mengkwatirkan.
Namun sudah keluar Surat Edaran dari KPU Pusat dan KPUD Simalungun yang diundur hanya tahapan verifikasi faktual, pelantikan PPS dan pemutahiran data pemilih terbaru.
Masyarakat Simalungun juga sudah mendengar bakal calon Bupati dan Wakil Bupati yang menunjukkan keseriusannya dan mulai membuat keputusan tersendiri mengarahkan dukungannya ke salah satu paslon. Tentu, akan banyak faktor yang menentukan yang mempengaruhi dukungan masyarakat.
Sejarah Pilkada di Simalungun memperlihatkan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi dukungan masyarakat, yaitu ketokohan, logistik dan penguasaan lapangan.
Jika diteliti, tiga faktor ini saling terkait dan hal ini harus menjadi perhatian penting bagi kontestan yang akan ikut dalam pertarungan nantinya.
“Ketokohan”. Faktor ini berpengaruh besar terhadap arah dukungan setiap masyarakat. Jelas dan tidak ditawar posisi bupati yang paling diinginkan adalah putra yang memiliki garis keturunan Simalungun dan memiliki sejarah yang memumpuni (Kelompok Partuanon).
Selain itu, yang diinginkan masyarakat adalah sosok tokoh yang sudah berbuat untuk kemajuan Simalungun ini. Yang jelas, sosok yang disukai masyarakat Simalungun adalah yang dekat dengan masyarakat dan tidak sungkan untuk “manisei” (menyapa) dan “mambere” (memberi) .
“Logistik”. Yang menjadi faktor seksi dalam setiap pemilihan pasti faktor ini. Istilah cairdo, maendo, marduit/marhepengdo, atau wani piro akan selalu menghiasi sudut kedai kopi atau setiap perbincangan di masyarakat.
Para timses, relawan atau lebih parahnya RO (Raja Olah) akan tertarik kepada yang memiliki logistik yang besar. Tapi harus di garis bawahi yang memiliki logistik besar akan berpeluang besar kalah jika yang mengisi tim berorientasi kepada uang.
Satu lagi, uang hanya pelumas pengenalan calon, untuk memilih masyarakat sudah cerdas apalagi melihat isu pedemi Corona (covid – 19) yang tidak dipedulikan wakil rakyat yang sudah terpilih yang kebanyakan menggunakan cara-cara yang tidak benar.
“Penguasaan lapangan”. Ibaratkan perang, siapa yang menguasai medan, itulah pemenang sesungguhnya. Secanggih apapun logistik dan peralatan akan kalah dengan pihak yang menguasai medan.
Begitu juga kemenangan Vietnam melawan pasukan AS di Perang Vietnam, mereka menguasai lapangan dan menghabisi lawan dengan cara yg sederhana tampa alat yang canggih.
Begitu juga dengan Simalungun, kemenangan Zulkarnai Damanik dahulu bukan karena uang atau kecanggihan kampanye mereka. Beliau menguasai lapangan yang ada dan menaklukkan lawan-lawannya.
Begitu juga dengan kemenangan JR Saragih periode pertama Tahun 2010 dengan segala keterbatasan mereka memenangkan pertandingan karena penguasan lapangan.
Ini menjadi perhatian khusus setiap paslon dan tim. Tebar pesona tidak lagi efektif menaklukkan masyarakat. Masyarakat akan membuli jika yang menebar pesona berlebihan dan kecerdasan masyarakat akibat dari perkembangan medsos yang luar biasa pengaruhnya.
Dengan analisa diatas yang menjadi pemenang pilkada Simalungun 2020 adalah paslon yang dapat mengkombinasi tiga faktor utama diatas. Faktor yang tidak dapat ditawar-tawar jika paslon tersebut ingin menang. Semoga masyarakat Simalungun cerdas menentukan pilihannya.
Simalungun harus dipimpin sosok yang disukai masyarakat, berintegritas, berpengalaman dan sosok teladan bagi masyarakat. Bukan sosok yang tebar pesona, menjual materi dan memiliki trackrecord yang sudah tercela.
Penulis: Robby Saragih SH, Founder Sima Politica, pengamat Sosial Politik alumni Universitas Indonesia