SimadaNews.com-Meski sudah memasuki Jilid 6 Kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak berdiri Tahun 2003 berdasarkan Undang-undang No.30 Tahun 2002, pemberantasan korupsi di Indonesia, masih terkesan tebang pilih dan belum benar-benar melakukan pemberantasan secara terstruktur dan masif terhadap para koruptor besar dan mafia ekonomi.
Mereka para koruptor besar, belum juga jera-jera, malah disibyalir kuat kian merajalela ke mana-mana.
Hal itu disampaikan salah satu Inisiator Gerakan Kebajikan Pancasila (GKP), Sabar Mangadoe, saat berbincang-bincang dengan SimadaNews, Senin (15/7).
Menurut Sabar, proses pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK selama ini, belum menunjukkan kinerja yang memuaskan karena masih melakukan penangkapan atau penanganan kasus korupsi yang benar-benar berdampak pada pengembalikan kekayaan Negara yang sesungguhnya.
“Itukan yang ditangkapi hanya pejabat-pejabat yang ketiban sial saja. Kalau mau jujur, coba tunjukkan siapa sajalah koruptor kakap dan mafia-mafia besar yang sudah ditangkap dan dipenjarakan oleh KPK. Mafia besar yang dimaksud yakni, mafia ekonomi yang benar-benar merusak sendi-sendi kehidupan rakyat banyak seperti Mafia Impor Pangan dan Mafia Energi,” lugas pria yang juga inisiator Gerakan Daulat Desa (GDD) ini.
Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengungkapkan, KPK yang harusnya melakukan upaya pengusutan atau penangkapan terhadap mafia besar atau koruptor kelas kakap, malah sejak pimpinan Jilid 2 mempertontonkan proses pembusukan internal atau internal decay process.
Bahkan akhir-akhir ini malah memuaskan rasa muak rakyat pada korupsi dengan modus OTT KPK yang notabene para sebatas melibas para Koruptor kecil semata.
Bahkan, dalam hal penentuan penanganan kasus korupsi besar, ada indikasi pilah-pilih kasus yang akan diproses, sehingga beberapa kali menimbulkan kegaduhan yang seolah-olah diciptakan oleh pihak internal KPK itu sendiri.
Ternyata KPK Tanpa Lembaga Pengawas
Hal itu terjadi, lanjut Sabar, karena dalam Undang-undang No.31 Tahun 1999 maupun perubahannya Undang-undang No.30 Tahun 2002, tidak mengatur harus dibentuknya lembaga yang melakukan pengawasan terhadap praktek kerja serta kinerja hukum KPK.
Secara gamblang, Sabar mempertanyakan kerja dan kinerja KPK selama 16 tahun sejak dibentuk tahun 2003 lalu.
“Berapa banyak total jumlah koruptor besar dan mafia ekonomi yang telah ditangkap dan dipenjarakan oleh KPK selama 16 tahun ini?. Apakah KPK telah berhasil membikin mereka takut dan jera untuk melakukan kejahatan besar pada rakyat dan negara kita?. Sebagai lembaga hukum superbody yang bersifat ad-hoc atau sementara ini, memangnya butuh berapa banyak tahun lagi barulah kita bubarkan KPK ini? Dalam artian saat tercapainya efek jera bagi para koruptor besar dan mafia ekonomi sudah dinilai berhasil, maka KPK memang harus dibubarkan ” ujar Sabar dengan nada tinggi bertanya.
Sabar menuturkan, kondisi terbalik terjadi terhadap penilaian KPK oleh masyarakat umumnya. Beberapa pihak masyarakat mengatakan bahwa KPK tidak butuh Lembaga Pengawas. Dan yang mengawasi cukup rakyat saja, katanya.
“Wah.. wah.. hal ini tentu teramat sangat naif dan absurd kalau tidak mau dibilang kita ini masyarakat yang bodoh dan bebal. Bayangkan, KPK berdasarkan Undang-undang No.30 Tahun 2002 tampaknya satu-satunya Lembaga Hukum Superbody di dunia ini yang punya kekuasaan amat besar namun tak punya Lembaga Pengawas. Apakah yang dimaksud berperan setara dengan Lembaga Pengawas itu adalah rakyat? Siapa sih rakyat dimaksud itu ? Tentu sebenarnya tidak mungkin,” ucap Sabar.
Sabar menambahkan, dari berbagai bentuk permasalahan yang terjadi dalam upaya pemberantasan korupsi, sudah saatnya kembali dilakukan revisi terhadap Undang-undang No.30 Tahun 2002 itu. Dalam revisi itu, haruslah mengakomodir lembaga pengawas yang benar-benar bisa mengawasi kerja dan kinerja KPK secara efektif.
“Jangan lupa, Power Tent Corrupt. More Power More Corrupt. And Of Course, Super Power Super Corrupt!!, ” tandas Sabar Mangadoe.
“Kalau tidak, maka upaya pemberantasan korupsi akan tetap berkutat pada proses pilah dan pilih yang akan mengesampingkan tujuan utama berdirinya KPK. Atau bubarkan saja, dan berikan saja kewenangan lebih tinggi bagi lembaga hukum yang sudah ada sebelumnya, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan dalam upaya pemberantasan korupsi ini,” pungkas Sabar. (snc)
Editor: Hermanto Sipayung

Discussion about this post