Maka ekulturasi harus yang menjadi solusinya, dengan terus membumikan serta tetap menjaga budaya dan kearifan lokal tetap hidup, tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat secara khusus bagi generasi penerus.
Wisata halal yang diwacanakan tentu akan mengkhawatirkan masyarakat batak sendiri yang dikhawatirkan akan menghilangkan budaya serta keartifan lokal dan jati diri dari suku batak sendiri. Apalagi ditengah kehidupan pemuda yang begitu akrab dan harus terus berapdatasi dengan segala perubahan yang ada, hal ini sering kali membuat pemuda menjadi apatis dan skeptis dengan lingkungannya dan seolah individualistik.
Disisi lain data yang terhimpun menunjukkan bahwa wisatawan dari mancanegara paling banyak berkunjung dari negara malaysia, yang artinya wisatawan dari negara malaysia adalah pengunjung terbanyak kedanau Toba dibanding negara pengunjung yang lainnya.
Dengan mayoritas kedatangan wisatawan yang datang ke Danau toba adalah wisatawan Malaysia bukankah itu kemudian menunjukkan bahwasanya mereka yang mayoritas berbeda kepercayaan dan kultur dapat menerima seperti apa keadaan dan kultur yang ada di danau Toba toh? Bahkan dengan baik menjalankan ibadah keagamaan di kawasan danau Toba.
Hal ini yang kemudian menjadi sebuah representasi dari Indonesia yang begitu beragam dan majemuk namun menerima satu akan yang lain, yah walaupun memang dibeberapa daerah kasus intoleransi dan radikalisme menjadi hal yang biasa.
Kemudian ada ketakutan yang muncul dengan keberadaan ternak babi maupun makanan yang berasal dari hewan berkaki empat tersebut sehingga diperlukan penataan, hal ini yang kemudian cukup menciderai masyarakat Batak sendiri sehingga melakukan aksi demontrasi.
Dalam pesta adat sekalipun yang dianggap sakral, orang Batak sangat tahu betul dalam menghargai dan memposisikan orang yang tidak memakan daging alias Parsubangapalagi wisatawan yang datang yang akan memberikan keuntungan bagi mereka.
Bahkan dikawasan daerah tersebut sudah banyak berdiri rumah-rumah makan muslim seperti di Doloksanggul salah satunya yang malahan lebih banyak didatangi oleh masyarakat Batak sendiri. Bahkan di Tarutung ibu kota Tapanuli Utara sudah ada berdiri rumah makan muslim yang juga menyediakan tempat ibadah didalamnya.
Tarutung dikenal dengan kota wisata rohani kristen. Ini menandakan bahwa kawasan danau Toba terbuka untuk semua orang bahkan sudah menjadi rumah bersama dimana masyarakat disana menerima dan menyambut serta menjujung tinggi indahnya keragaman dan perbedaan.
Masyarakat sekawasan danau Toba memang harus menyambut baik wacana terhadap pembangunan dan perbaikan fasilitas pendukung ibadah kalau perlu seluruh fasilitas ibadah untuk semua agama dan kepercayaan disediakan dengan proporsi tertentu yang selayaknya untuk wisata saja. Perlu ditegaskan bahwa danau toba kental dengan nilai budayanya bukan dengan wisata agama. Sehingga tata tak perlu menonjolkan produk agama tertentu melainkan tata sapta pesona dari danau Toba sendiri. (snc)
Penulis:Yedija Manullang, Penulis: Yedija Manullang, Pj sekretaris Umum UKM KMK UNIB